Pakar kelautan IPB Alan F Koropitan - Kajian Reklamasi Tertutup. (ilustrasi/aktual.com)
Pakar kelautan IPB Alan F Koropitan - Kajian Reklamasi Tertutup. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Meski Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratorium reklamasi Pulau G, pakar kelautan IPB Alan F Koropitan Ph.D mengaku tetap konsisten dengan pendapatnya sejak awal. Yakni reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta tidak layak secara ilmiah.

Dibeberkan Alan, adanya reklamasi pulau akan membuat kecepatan arus di Teluk Jakarta terhambat, sehingga waktu cuci air laut juga akan semakin lama. Akibatnya, pencemaran semakin parah (organik dan logam berat) serta sedimentasi semakin tinggi (mencapai 50-60 cm/tahun). “Dampak sedimentasi yang semakin tinggi akan menyumbat sungai-sungai, sehingga air limpahannya dapat mengakibatkan banjir di Jakarta semakin parah,” ujar dia, kepada Aktual.com, Minggu (12/9).

Alan pun mengatakan, jika ada yang bisa mematahkan kajian ilmiahnya itu, agar sebaiknya dibuka ke publik. Sehingga bisa diketahui siapa yang membuat kajian itu agar bisa direview, mengingat reklamasi merupakan kajian publik. “Prinsip dari suatu kajian ilmiah itu adalah melewati proses review dari rekan sejawat (peer review) oleh komunitas akademisi yang concern (dalam hal ini kelautan),” ujar dia.

Diakui Alan, lingkaran antar ilmuwan kelautan di Indonesia itu kecil. Jadi dengan membuka kajian itu ke publik, akan diketahui siapa yang membuat kajiannya. Review sesama kajian ilmuwan, sebaiknya dilakukan sebelum keputusan diambil oleh pemerintah selaku ‘user’ dari hasil kajian. “Sebab jika kemudian dilakukan review (setelah akses ke laporan tersebut) dan ada kesalahan, siapa yang tanggung jawab?” kata Alan.

Mengenai kajian BPPT ataupun komite gabungan yang diklaim Menko Luhut digunakan sebagai dasar mencabut moratorium Pulau G, Alan mengaku belum pernah melihatnya. Bukan karena sulit didapat, tapi lebih parah dari itu, yakni karena belum pernah dibuka oleh Kemenko Kemaritiman.

Diingatkan Alan, semua pihak ingin perubahan di Indonesia. Dalam pengambilan kebijakan publik, dikenal istilah ‘knowledge management’, yakni bagaimana mengolah hasil kajian ilmiah menjadi kebijakan. “Jika knowledge management sudah berjalan, dapat dipastikan peluang terjadi penyimpangan kecil,” kata dia.

Untuk kasus reklamasi Teluk Jakarta, kata Alan, sebetulnya sudah ada knowledge-nya, seperti yang sudah berulang kali disampaikannya sejak lama. Kemudian, karena ini mendapat perhatian publik, maka dibentuklah komite gabungan yang mencoba mereview knowledge yang ada. “Jadi, sudah sepantasnya disampaikan ke publik, apalagi ada kajian lain dari BPPT yang muncul belakangan,” kata dia. Baca: Luhut ‘Sembunyikan’ Kajian Reklamasi, Pakar ITB: Itu Namanya Tidak Bijaksana

Artikel ini ditulis oleh: