(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Sengkarut masalah reklamasi Teluk Jakarta memang bukan cerita baru di bumi Jakarta raya ini. Masalah hukum yang membelit proyek Reklamasi Teluk Jakarta tampaknya memang harus ‘diakhiri dengan kata ditutup atau tidak dilanjutkan demi kemaslahatan bersama’. Sebab, semenjak bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberi ‘lampu hijau’ atas perizinan, permasalahan itu sampai saat ini masih berlanjut khususnya di masalah hukum.

Setelah terjadi ‘aksi’ suap di penerbitan pembahasan reperda tentang reklamasi yang saat ini ditangani di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kini kasus itu ‘menjalar’ ke masalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Hak Guna Bangunan (HGB) pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Pihak kepolisian yakni Polda Metro Jaya pun ‘mengendus’, ikutan dalam menelisik pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah Utara Jakarta itu. Lantas polisi punya ‘barang baru’ apa untuk mendalami kasus tersebut?

Peran dan tugas penyidik dari Polda Metro Jaya tentu menjadi kunci membuka tabir kasus tersebut, agar lebih terang untuk menjerat pejabat pemberi perizinan, HPL dan HGB reklamasi teluk Jakarta ini.

Terlebih, penyidik Polda Metro Jaya melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Pemeriksaan terhadap Sofyan tentunya bukan ‘akal-akalan’ penyidik dalam menelisik lebih jauh perihal pemberi ‘jalan mulus’ atas penerbitan HPL dan HGB reklamasi Teluk Jakarta ini.

Lantas apa yang membuat Polda Metro Jaya meminta keterangan Sofyan Djalil di kantonya dalam kasus penerbitan HPL reklamasi Teluk Jakarta ini? Apa terkait dengan Sofyan, yang telah ‘memuluskan’ HPL tersebut yang kemudian HGB juga terbit secara ‘ajaib’. Bila demikian, maka hal ini menjadi perhatian serius dimana pada Jumat tanggal 29 September 2017 Sofyan mengaku telah menerbitkan HPL untuk PT Kapuk Naga Indah, yang memiliki lahan di Pulau C dan D.

“HPL baru dikeluarkan untuk Pulau C dan D, sisanya belum,” kata Sofyan di kantor Kemenko Maritim dikutip dari Bisnis.com ketika itu.

Penerbitan HPL 3.120.000 m2 atau 312 hektare tersebut diketahui berdasarkan keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 82/HPL/KEM-ATR/BPN/2017 berdasarkan surat persetujuan prinsip reklamasi sebagaimana Surat Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No: 1571/-1.711 tertanggal 19 Juli 2007.

Itu artinya HPL ini telah diterbitkan dan diteken oleh Sofyan Djalil sebagai Menteri ART/BPN RI, yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 83/P tahun 2016 tentang Penggantian Beberap Menteri Negara Kabinet Kerja Periode 2014-2019 tertanggal 27 Juli 2016.

Selain masalah HPL yang terbit secara ‘ghaib’, tampaknya penerbitan sertifikat HGB itu dikebut agar pulau reklamasi cepat terealisasi. Padahal jika mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No 1 tahun 2011, pasal 4 tentang Pelimpahan Kewenangan Hak atas Tanah dan kegiatan Pendaftaran Tanah tertentu, pemberian HGB oleh BPN kepada badan hukum tidak boleh untuk tanah lebih dari 5000 m.

Lah ini 3 jutaan meter loh? alias 312 ha yang terbit dengan secara singkat. Artinya pemulusan penerbitan itu serat dengan kepentingan. Apalagi, proses kilat penerbitan itu tentu telah mengenyampingkan regulasi UU Pokok Agraria, karena paling tidak minimal dibutuhkan waktu 14 hari untuk verifikasi dokumen (dengan asumsi dokumen telah lengkap, kalau belum mah bisa berbulan-bulan).

Pulau C dan D merupakan garapan anak perusahan PT Agung Sedayu Group, HPL nya malah duluan keluar ketimbang pulau-pulau lainnya. Lantas apa yang menjadi dasar Sofyan Djalil memuluskan HPL tersebut, sehingga HGB atas Pulau C dan D merupakan pulau yang memiliki segudang masalah diantaranya soal jarak antar pulau dan sambungan pipa disekitaran pulau tersebut ikut keluar?

Polisi Cari Tersangka

Artikel ini ditulis oleh: