Pandangan PKS: Pemerintah Pesimistis Patok Kurs Rupiah Rp15.000/1USD

Dalam pandangannya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai revisi signifikan nilai tukar rupiah menunjukkan keitdakmampuan pemerintah meningkatkan daya saing ekonomi di pasar global. Sementara itu, pemerintah mengklaim telah banyak hal yang didapatkan Indonesia lewat even bertaraf internasional. Nyatanya, pemerintah justru mengajukan revisi nilai tukar menjadi Rp15.000. Perubahan asumsi tersebut menjadi pesan yang pesimistis bagi stakholder perekonomian dan publik.

Pandangan fraksi yang dibacakan oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Ahmad Riski Sadig mengungkapkan “Biaya impor akan semakin mahal, cicilan dan bunga utang melonjak, serta investasi akan menurun, dan pertumbuhan akan semakin tertekan,” ujarnya.

Fraksi PKS berpendapat kegagalan pemerintah Jokowi-JK dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berdampak pada kegagalan pencapaian target pada indikator kesejahteraan seperti pengurangan kemiskinan, pengangguran dan tingkat kesejahteraan. Pencapaian tingkat kemiskinan masih 9,8 persen, tingkat pengangguran 5,13 persen dan gini ratio 0,389. Berdasarkan hasil sejumlah penelitian, kualitas pertumbuhan juga mengalami penurunan sehingga menyebabkan stagnannya koefisien gini. Pada era sebelumnya, setiap pertumbuhan satu persen, maka konsumsi masyarakat 20 persen termiskin akan tumbuh mencapai 1 persen, sedangkan era pemerintahan Jokowi-JK hanya tumbuh 0,7 persen.

Terkait utang, defisit APBN mengalami tren peningkatan setiap tahunnya. Selain itu, produktifitas utang pemerintah justru menurun, terlihat dari tren meningkatnya debt to GDP ratio dari 24,74 persen (2014) menjadi 29,74 persen (2018). Tren tersebut menunjukkan utang yang ditambah pemerintah kurang berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini seharusnya menjadi warning awal untuk pemerintah. Selain itu, pembayaran utang akibat utang negara yang semakin membengkak sangat membebani negara. Pembayaran kewajiban bunga utang pemerintah terus meningkat dari Rp155 triliun atau 8,6 persen dari belanja negara tahun 2015, menjadi Rp182 triliun atau 9,7 persen pada 2016 dan mencapai Rp220 triliun atau 12,5 persen tahun 2017. Pada 2018 pembayaran bunga utang mencapai Rp238 triliun dan melonjak menjadi Rp275 triliun pada 2019. Kewajiban pembayaran bunga utang pemerintah sudah melebihi realisasi pos belanja lainnya yang sangat urgent seperti pos anggaran subsidi Rp224 triliun. Beban utang 2019 mencapai Rp275 triliun atau 17 persen lebih dibanding belanja pemerintah pusat telah sangat membebani. Kita sudah masuk dalam jebakan utang (debt trap) karena kita berutang sekadar untuk membayar cicilan pokok dan bunga itang sebelumnya.

Terkait target penerimaan perpajakan, PKS berpendapat target 2019 Rp1.789 triliun meragukan untuk dicapai. Shorftall penerimaan pajak reguler atas APBN beberapa tahun terakhir terus berulang dan pemerintah Jokowi-JK selalu gagal mencapai target pemerintahan. Tax ratio juga stagnan, bahkan cenderung menurun beberapa tahun terakhir.

Disamping itu, PKS juga menyoroti impor beras, nilai tukar petani nasional, dan alokasi subsidi energi BBM, LPG dan Listrik.

Next, Core: Rupiah Melemah Seharusnya bisa Tingkatkan Pertumbuhan ekonomi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka