Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati - Program Amnesti Pajak. (ilustrasi/aktual.com)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati - Program Amnesti Pajak. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan tiga kebijakan perpajakan baru berupa percepatan pemberian restitusi, pedoman pemeriksaan bersama kontrak bagi hasil serta penyederhanaan prosedur pembebasan PPN dan PPnBM bagi perwakilan negara asing dan badan internasional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (29/3), menyatakan penerbitan kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan kepastian hukum, memperbaiki kemudahan berusaha serta mendorong efisiensi administrasi perpajakan.

“Tiga kebijakan ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam melaksanakan reformasi perpajakan termasuk melalui penyederhanaan regulasi, dan peningkatan sinergi antar unit kerja, yang diharapkan meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan, untuk meningkatkan kemudahan berusaha,” ujarnya.

Untuk percepatan pemberian restitusi terdapat perluasan kriteria Wajib Pajak yang berhak mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yaitu Wajib Pajak dengan riwayat kepatuhan yang baik, Wajib Pajak dengan nilai restitusi kecil dan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.

Dalam kebijakan ini, kelebihan pembayaran yang berhak mendapatkan percepatan restitusi telah dinaikkan 900 persen, sehingga untuk pengembalian PPh Orang Pribadi Non Karyawan dari awalnya Rp10 juta menjadi Rp100 juta, untuk PPh Badan dari Rp100 juta menjadi Rp1 miliar dan untuk PPN Pengusaha Kena Pajak dari Rp100 juta menjadi Rp1 miliar.

Kategori Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah juga diperluas secara otomatis untuk mencakup eksportir mitra utama kepabeanan serta eksportir operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator).

Selain itu, prosedur penelitian yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak juga lebih disederhanakan untuk mempercepat proses pemberian pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Relaksasi kebijakan percepatan restitusi merupakan fasilitas khusus bagi Wajib Pajak yang memiliki riwayat kepatuhan baik dan tingkat risiko yang nisbi rendah terhadap penerimaan negara.

Pemberian fasilitas khusus ini memberikan manfaat bagi arus kas perusahaan sehingga diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

Kebijakan ini juga memberikan kesempatan lebih banyak lagi Wajib Pajak untuk memanfaatkan fasilitas percepatan restitusi agar meningkatkan kemudahan berusaha dan mengurangi beban “opportunity cost” akibat proses pemeriksaan restitusi yang panjang dan memakan waktu lama.

Bagi pemerintah, kebijakan ini akan membebaskan sumber daya yang saat ini digunakan untuk pemeriksaan restitusi sehingga dapat fokus pada upaya pengawasan atas wajib pajak dengan risiko tinggi.

Sedangkan, penerbitan pedoman pemeriksaan bersama Kontrak Bagi Hasil dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemeriksaan atas Kontrak Kerja Sama berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan pengembalian biaya (cost recovery).

Melalui kebijakan ini, maka pemeriksaan atas pemenuhan kewajiban Bagi Hasil dan PPh Migas dilaksanakan secara bersama antara Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Pemeriksaan atas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ini juga akan dilakukan oleh Satuan Tugas Pemeriksaan Bersama sebagai perwakilan pemerintah Indonesia.

Kebijakan ini akan meningkatkan kepastian hukum bagi KKKS karena hanya ada satu pemeriksaan sehingga mengurangi potensi sengketa dan menekan beban biaya kepatuhan.

Bagi pemerintah, kebijakan ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan serta mendorong kemudahan berusaha dan investasi di sektor hulu minyak dan gas.

Untuk penyederhanaan prosedur pembebasan PPN atau PPnBM bagi perwakilan negara asing dan badan internasional, berlaku bagi penyelenggaraan kegiatan yang dihadiri oleh kepala negara maupun pimpinan badan internasional.

Dalam prosedur yang baru, fasilitas pembebasan tersebut dapat diperoleh tanpa Surat Keterangan Bebas dari Ditjen Pajak dan Surat Rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara.

Untuk itu, penyelenggara kegiatan cukup melampirkan surat persetujuan dari pimpinan Kementerian Lembaga terkait, dengan menyampaikan rincian daftar barang atau jasa beserta identitas penjual maupun penyedia.