Kemenkeu Ambil Gerak Cepat, PPh Impor Dinaikkan
Pada semester I 2018, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia mencapai USD13,5 miliar (2,6 persen terhadap PDB). Salah satu penyebab defisit transaksi berjalan adalah pertumbuhan impor (24,5 persen year to date Juli 2018) yang jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor (11,4 persen year to date Juli 2018). Pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan untuk menjaga fundamental ekonomi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah menjalankan sejumlah bauran kebijakan.

“Pemerintah melakukan tinjauan terhadap proyek-proyek infrastruktur Pemerintah khususnya proyek strategi nasional, implementasi penggunaan Biodiesel (B-20) untuk mengurangi impor bahan bakar solar, serta melakukan tinjauan kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor untuk mendorong penggunaan produk domestik,” ujar menkeu Sri Mulyani.

Pemerintah telah melakukan tinjauan terhadap barang-barang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/PMK.010/2015, PMK 6/PMK.010/2017 dan PMK 34/PMK.010/2017. Proses tinjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden. Tinjauan dilakukan dengan mempertimbangkan kategori barang konsumsi, ketersediaan produksi dalam negeri, serta memperhatikan perkembangan industri nasional.

Hasil tinjauan menyimpulkan bahwa perlu dilakukan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 terhadap 1.147 pos tariff dengan rincian sebagai berikut: 210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU, dan motor besar. Kemudian 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak/dapur.

Lalu ada 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).

Pembayaran PPh Pasal 22 merupakan pembayaran Pajak Penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur.

Next Page, Perkuat Devisa, ESDM Wajibkan Uang Hasil Ekspor Migas/Tambang Kembali ke Indonesia

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka