#Silang Pendapat
Berdasarkan pengalaman Mantan Dirut Pertamina Ari Soemarno, terjadinya kelangkaan BBM dan LPG karena mayoritas (90% lebih) akibat sistim distribusi yang terbuka dengan disparitas harga antara komoditas subsidi dan non subsidi yang besar. Hal tersebut memberi peluang luas bagi penyelewengan dan penyalahgunaan di lapangan. Kelangkaan kemudian selalu terjadi dari waktu waktu sejak pola subsidi diterapkan.

Dahulu, malah jauh lebih parah dibandingkan saat ini, dengan kelangkaan minyak tanah, solar dan premium yang silih berganti akibat disparitas harga sangat besar. Hanya kurang dari 10% dari kelangkaan adalah karena masalah logistik supplynya, itupun seringnya akibat disengaja oleh Pertamina sendiri yang harus membatasi supply karena kuota subsidi sudah tipis atau habis.

“Agar supply dapat lancar terus, maka haruslah pemegang saham/pemerintah menyetujui Pertamina untuk “overun” atau lampaui batas kuota subsidi. Akan tetapi itu tidak mungkin, karena kuota ditetapkan berdasarkan undang undang (APBN) dan kalau ditanggung Pertamina sendiri pasti akan menjadi beban finansial yang tidak mungkin bisa ditanggung perusahaan,” ujar Ari Soemarno.

Dilain pihak, Pertamina sendiri tidak punya kemampuan untuk menjadi polisi distribusi BBM dan LPG untuk mengatasi penyelewengan dan penyalahgunaan. Meskipun demikian Pertamina memang perlu secara maksimal mengupayakan minimalisasi dengan bekerja sama dengan aparat hukum dan sanksi internal yang ketat kalau masih ada pekerja yang terlibat.

Kalau sekarang disimpulkan bahwa sebab utamanya adalah karena logistik dan supply yang tidak beres, sehingga organisasi dan tata kerja perlu dirombak, maka ini adalah hasil dari identifikasi permasalahan yang salah. Sepertinya telah terjadi missinformasi, naivitas dan simplifikasi permasalahan.

Nomenklatur baru direksi yang diputuskan dalam RUPS beberapa hari lalu, akan berakibat perlunya perombakan fundamental struktur organisasi dan tatakerja organisasi di pemasaran dan niaga khususnya, dari yang berdasarkan value chain oriented dari komoditas yang di dipasarkan, dijual, didistribusikan sebagai satu kesatuan, menjadi: pemisahan fungsi fungsi kegiatan di dalam value chain/mata rantai sales &distribution tersebut menjadi unit independen fungsional yang terpisah pisah dan tidak dibawah satu koordinasi. Dalam implementasinya pasti akan rumit dan mudah terjadi saling menyalahkan. Ilmu management yang dianut menjadi aneh.

Di lain pihak, Pertamina institusi besar dan kompleks memerlukan waktu yang cukup lama untuk penyesuaian nomenklatur direksi baru. Hal tersebut beresiko menimbulkan kegaduhan berupa resistensi atas perubahan yang harus dialami pekerja di internal Pertamina. Padahal Indonesia telah memasuki tahun politik yang butuh ketenangan dan kesejukan dalam bekerja.

“Kalau ditinjau dari tujuannya adalah untuk mengatasi kelangkaan terlihat tidak ada urgensinya untuk melakukan perubahan dengan masih adanya disparitas harga. Perubahan nomenklatur direksi tersebut malah justru akan meningkatkan resiko terjadinya kelangkaan. Satu satunya cara untuk meniadakannya adalah Pemerintah menerapkan kebijakan untuk menghapus total subsidi atau merubah subsidi komoditas menjadi subsidi langsung atau memberlakukan tata niaga distribusi tertutup dengan penjatahan,” tegasnya.

Selanjutnya, Federasi Serikat Pekerja…

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka