Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa kenaikan harga telur di beberapa wilayah Indonesia pada beberapa waktu terakhir disebabkan oleh melonjaknya harga pakan ayam petelur serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Harga pakan ternaknya naik, kemudian harga DOC (Day Old Chicken/Anak Ayam) juga naik,” katanya, Rabu (11/7).

Harga telur ayam di sejumlah pasar tradisional, termasuk DKI Jakarta meningkat hingga menjadi Rp30 ribu per kilogram, seperti yang terjadi di Pasar Palmerah, Jakarta Barat.

Salah satu pedagang telur di Palmerah, Rizal, mengatakan lonjakan harga mulai terjadi setelah Lebaran 2018.

Saat Lebaran, kata Rizal, harga telur masih Rp24 ribu per kilogram. Kemudian secara berangsur-angsur, harga telur naik menjadi Rp26 ribu per kilogram kemudian Rp30 ribu per kilogram Mendag mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan pelaku industri dan perkumpulan pedagang telur untuk memetakan masalah kenaikan harga produksi tersebut.

“Nanti akan terus kami intensifkan, berapa sih marginnya yang tertekan,” ujar dia.

Merujuk pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga telur ayam secara rata-rata di DKI Jakarta sudah mencapai Rp28.650 per kilogram. Harga telur ayam tertinggi terjadi di wliayah timur Indonesia, seperti di Maluku Utara yang mencapai Rp37.850 per kilogram, dan Papua yang sebesar Rp35.500 per kilogram.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mendalami penyebab lonjakan harga telur ayam di dalam negeri lantaran kenaikan tersebut terbilang cukup ironis mengingat Lebaran telah usai. Seperti harga kebutuhan pokok lainnya, harga telur semestinya telah ikut turun.

Ketua KPPU, Kurnia Toha, menyampaikan pihaknya akan menurunkan tim guna mengecek pemicu kenaikan harga telur di pasar. “Kenapa masih tetap naik, sementara Lebaran sudah selesai. Kami akan turunkan tim untuk cek di lapangan,” ungkap Kurnia, di Jakarta, Selasa (10/7).

 

Oleh: Arbie Marwan