RCEP (ist)

Jakarta, Aktual.com – Para Menteri Perdagangan negara-negara Anggota ASEAN akan melakukan pembahasan dalam perjanjian Regional Comprehensif Economic Partnership (RCEP).

Pasal yang ditakutkan akan dibahas adalah terkait mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS) atau investor asing yang bisa menggugat negara dalam perjanjian RCEP. Dalam beberapa kasus di negara lain, sudah terjadi negara dikalahkan oleh investor asing.

Demikian disebutkan Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, dalam keterangan yang diterima, Jumat (5/8).

Menurut Rachmi, mekanisme ISDS akan berdampak terhadap hilangnya ‘ruang kebijakan atau policy space’ yang dimiliki negara. Sehingga ketika ada kebijakan negara yang dianggap merugikan investor asing, maka mereka dapat menggugat Negara ke lembaga arbitrase Internasional seperti ICSID.

“Dengan begitu, mereka akan menuntut pembayaran kerugian yang timbul, yang nilainya bisa mencapai miliaran dollar AS,” cetus dia.

Jika mekanisme ISDS ini lolos, maka negara akan tersandera oleh kepentingan korporasi asing. Sehingga produk peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan lebih pro kepada investor dan berpotensi menghilangkan perlindungan hak dasar publik, seperti hak atas kesehatan, perempuan, maupun lingkungan.

Dia mengingatkan, pengalaman Indonesia digugat di ICSID sudah banyak. Seperti gugatan kasus Newmont, Churcill Mining, Planet Mining, dan Ali Rafat dalam kasus Century.

Bahkan data yang dilansir IGJ melalui Laporan ICSID 2015 menyatakan, sektor tambang dan minyak buni dan gas (migas) merupakan sektor yang paling banyak digugat, menempati urutan kedua dari total kasus yang masuk ke ICSID setelah sektor ketenagalistrikan.

“Di tahun 2015 saja, ICSID menerima gugatan di sektor tambang dan migas sebesar 27 persen, dan di sektor ketenagalistrikan sebesar 31 persen,” jelas Rachmi.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menambahkan bahwa pihaknya sendiri sangat mengkhawatirkan atas gugatan ISDS ini. Pasalnya akan berdampak terhadap hilangnya tanggung jawab negara untuk mewujudkan keadilan lingkungan dan ekosistem di Indonesia.

“Apalagi sektor tambang merupakan penyumbang kerusakan lingkungan yang tinggi. Tapi dengan ISDS, mereka mennadi punya privilege untuk mengelak dari tanggung jawab terhadap lingkungan dan menghormati hak masyarakat adat,” papar Nur.

Dia mencontohkan kalahnya negera dari gugatan investor asing di El Salvador. Pacific Rim, perusahaan tambang emas Kanada berhasil menggugat Pemerintah El Savador yang harus membayar kerugian sebesar US$301 milyar.

Pacific Rim menggugat El Savador karena kebijakan pencabutan izin tambang oleh pemerintah atas dasar Pacific Rim gagal memenuhi kewajiban amdal dan tidak memenuhi persyaratan administratif dalam proses pembebasan lahan (FPIC).

Untuk itu, pihaknya mendesak Para Menteri Perdagangan negara Anggota ASEAN untuk tidak memasukan mekanisme ISDS dalam perjanjian RCEP.

“Kami juga menuntut agar negosiasi RCEP diselenggarakan secara transparan dan mempublikasikan teks negosiasi, serta wajib mengikutsertakan partisipasi publik dalam proses perundingan,” pinta Nur Hidayati.

 

Laporan: Bustomi

Artikel ini ditulis oleh: