Petani menanam padi di area persawahan Kelurahan Mawang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (28/5). Sejumlah petani di daerah tersebut memulai menanam padi pada musim tanam kedua untuk memanfaatkan potensi hujan yang masih berlangsung agar tetap mendapatkan pasokan air. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww/17.

Mataram, aktual.com – Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mencatat hingga saat ini alih fungsi lahan di Mataram telah mencapai ratusan hektare.

“Kalau diakumulasi dalam beberapa tahun terakhir ini, alih fungsi lahan di Mataram sudah mencapai lebih dari 300 hektare,” kata Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Rabu (20/2).

Dia mengatakan penyusutan lahan pertanian itu terjadi secara fluktuatif. Pada tahun 2013 alih fungsi lahan mencapai 92 hektare, jumlah itu dapat ditekan pada tahun 2014 menjadi 34 hektare.

Tetapi, angka tersebut kembali naik signifikan pada tahun 2015 menjadi 70 hektare sehingga sisa lahan pertanian saat itu tercatat 1.982 hektare.

Sisa lahan pertanian tersebut, terus mengalami penurunan karena tingginya kebutuhan lahan di Mataram, sementara luas Kota Mataram tidak mengalami penambahan.

“Data terakhir, sisa lahan pertanian kita saat ini tercatat hanya sekitar 1.545 hektare. Jadi kalau kita lihat dari tiga tahun terakhir ini telah terjadi alih fungsi sekitar 300 hektare lebih,” katanya.

Menurut dia, meski pada tahun 2017 dan 2018 pemerintah kota sempat tidak mengeluarkan izin pembangunan baik untuk perumahan maupun hotel karena Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum disahkan, alih fungsi lahan marak terjadi pada lahan pribadi dengan luas kecil-kecil namun jumlahnya banyak.

“Alih fungsi lahan dilakukan oleh masyarakat secara pribadi untuk membangun rumah. Bayangkan, kalau 1.000 orang membangun rumah dengan kebutuhan lahan satu are sudah berapa hektare lahan kita menyusut,” katanya.

Menurutnya, terjadinya peningkatan terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan, kantor, sekolah, dan fasilitas lainnya itu salah satunya dipicu karena pemerintah kota belum memiliki regulasi yag kuat terhadap hal itu.

“Salah satu regulasi yang sifatnya mengikat yang kita tunggu saat ini adalah Peraturan Daerah (perda) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),” ujarnya.

Perda LP2B itu nantinya dinilai mampu mengintervensi penyusutan atau minimal memperkecil terjadinya alih fungsi lahan di ibu kota provinsi itu.

“Dengan demikian, kita bisa mempertahankan keberadaan lahan pertanian sesuai dengan amanat undang-undang,” katanya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin