Sejumlah siswa dan orang tua murid antre mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMP 1 Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19/6/2019). Sistem PPDB dengan mekanisme berdasarkan sistem jalur zonasi tersebut menyebabkan antrean panjang dan siswa datang lebih pagi di tiap sekolah negeri di wilayah itu. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/pd.

Yogyakarta, Aktual.com – Peneliti Literasi dan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Roni K Pratama menilai, meskipun terkesan tegesa-gesa penerimaan peserta didik baru (PPDB) melalui sistem zonasi merupakan upaya pemerintah untuk menghapus dikotomi “sekolah unggulan” dan “sekolah pinggiran” yang ada di masyarakat.

“Memang dapat dikatakan kebijakan ini terkesan tergesa-gesa, maksud sistem ini sesungguhnya baik karena ingin menyetop stereotipe dikotomi ‘sekolah unggulan’ dan ‘sekolah pinggiran’ melalui diberlakukannya kesempatan setara,” kata Roni di Sleman, Jumat (21/6) .

Menurut dia, pemerintah dirasa tergesa-gesa menyamakan keadaan, karena sebenarnya masih banyak yang harus diperbaiki. Mulai dari kualitas sekolah hingga pendidik.

“Akan lebih baik jika diperbaiki dan diperkokoh dahulu kualitas sekolah yang ada, baik itu sarana maupun prasarana, secara sistematis dan komprehensif,” katanya.

Ia mengatakan, kebijakan PPDB zonasi sekolah terlihat sebagai kebijakan kurang matang. Orientasinya masih ganjil diterapkan di tengah kondisi kualitas sekolah yang beraneka rupa.

Artikel ini ditulis oleh: