Surabaya, aktual.com – Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menangkap Arif Kurniawan Radjasa (36), warga Jombang, pemilik akun facebook “Antonio Banerra” yang diduga menyebarkan hoaks atau berita bohong akan terulangnya kerusuhan 1998.

“Pelaku menyebarkan hoaks jika tak memilih paslon tertentu maka tragedi kerusuhan 1998 dan perkosaan massal terhadap etnis Tionghoa akan terulang,” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera kepada wartawan di Mapolda Jatim di Surabaya, Minggu (7/4).

Dalam postingan facebook, kata dia, pemilik akun mengajak masyarakat memilih salah satu pasangan calon pada Pemilihan Presiden 2019 disertai tulisan bernada menakut-nakuti masyarakat.

Barung, sapaan akrabnya, mengatakan menyebut awal mula penangkapan pelaku dikarenakan ada laporan ke Bareskrim dan Humas Mabes Polri sejak Maret 2019.

“Atensi Mabes Polri dan pengaduannya sudah seminggu dari masyarakat yang mengadukan bahwa postingan tersebut melukai bangsa Indonesia karena mengungkit peristiwa 1998,” ucapnya.

Sementara itu, Kasubdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Cecep Susatya mengatakan pihaknya menangkap pelaku di rumah kosnya, Sedati, Sidoarjo pada Sabtu (6/4) malam.

“Motifnya masih didalami, dan hoaks atau ujaran kebencian ini diproses melalui ponsel tersangka,” kata perwira menengah tersebut.

Terkait istri tersangka yang turut diamankan saat penangkapan, Cecep mengatakan belum ditetapkan sebagai tersangka, sebab mengaku tidak tahu-menahu perihal postingan sang suami.

“Untuk Istri kami amankan, tapi tidak bisa dikaitkan. Yang bersangkutan tidak tahu-menahu apa yang ditulis tersangka AF,” ucapnya.

Dia juga menyampaikan bahwa tersangka merupakan residivis kasus perampasan 10 tahun lalu di Jatim, yang dalam dalam proses penyidikan, diakuinya membuat akun sejak 2015.

“Alasan yang muncul kenapa memposting ujaran kebencian, karena keluarganya pernah jadi korban peristiwa kerusuhan 1998,” ucapnya.

Atas perbuatannya, tersangka terjerat pasal 45A ayat(2) jo pasal 28 ayat (2) UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang ancaman hukumannya enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin