Seorang buruh pelabuhan memperhatikan sejumlah beras impor asal Thailand yang diturunkan dari kapal saat tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, NTT Kamis (25/2). Kapal tersebut membawa 15.000 ton beras impor asal Thailand yang dimanfaatkan Bulog Divisi Regional Nusa Tenggara Timur untuk kegiatan operasi pasar jika terjadi gagal tanam akibat El Nino . ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/nz/16.

Jakarta, Aktual.com – Petani di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menolak wacana impor beras mengingat petani saat ini tengah menikmati masa panen dengan harga jual gabah yang cukup tinggi.

Harsono, salah satu petani asal Desa Ngeluk, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan mengaku, tidak setuju dengan wacana impor beras, karena petani juga sedang menikmati masa panen dengan harga tinggi.

“Sepanjang bertanam tanaman padi, baru kali ini merasakan harga jual padi hingga Rp5.500 per kilogram, karena tahun 2016 tercatat hanya laku Rp2.500/kg,” ujarnya, Kamis (11/1).

Akhir Desember 2017, lanjut dia, harga jual padi hanya Rp4.500/kg, namun pekan ini naik menjadi Rp5.500/kg.

Jika impor direalisasikan, dia memastikan, harga jualnya akan turun, terlebih dalam waktu dekat juga akan ada panen serempak, sehingga secara otomatis harga jual gabah di tingkat petani juga akan turun.

Murmin, petani lainnya menyatakan, penolakan terhadap wacana impor, karena tanamn padinya dalam waktu dekat akan panen.

“Jika ada beras impor masuk, tentunya harga jual di pasaran juga akan turun,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Grobogan Edy Suprayitno saat menyampaikan sambutan pada acara sarasehan dengan petani di Balai Desa Ngeluk yang dihadiri puluhan petani juga menyatakan dukungannya untuk menolak wacana impor beras, karena Kabupaten Grobogan termasuk salah satu penyangga pangan di Jateng.

“Panen padi cukup melimpah, apakah petani rela ada impor beras,” ujarnya bertanya kepada petani dan dijawab secara serempak untuk menolak impor beras.

Untuk Provinsi Jateng sendiri, luas areal panen diperkirakan mencapai 100.000 hektare lebih, sedangkan untuk bulan Februari 2018 diperkirakan bisa mencapai ratusan hektare.

Kementerian Pertanian juga mencatat stok beras secara nasional bisa mencapai 1 juta ton, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama 2-3 bulan mendatang.

Sementara luas areal panen untuk skala nasional pada bulan Januari 2018 sekitar 1-1,2 juta hektare, sehingga ketika provitasnya mencapai 6 ton saja, maka memiliki stok 6 juta ton gabah kering panen (GKP).

Jika rendemennya mencapai 50 persen, maka tercatat memiliki 3 juta ton beras, sedangkan tingkat konsumsi beras nasional berkisar 2,6 juta ton.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka