Jakarta, Aktual.com – Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (Permen ESDM) Nomor 23 Tahun 2018 yang secara resmi diundangkan pada 24 April 2018, dinilai sebagai bentuk pelucutan hak dan kemampuan nasional demi mengutamakan asing (asing first) untuk mendapatkan blok migas yang akan berakhir masa kontrak (terminasi).

Permen ESDM No 23 Tahun 2018 ini merupakan perubahan dari Permen ESDM No 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya. Poin perubahannya; Permen 15 memprioritaskan blok terminasi jatuh ke tangan Pertamina sebagai kepanjangan tangan negara dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun pada Permen 23 ini pemerintah malah memprioritaskan blok terminasi untuk dilakukan perpanjangan kontrak oleh kontraktor yang sedang berlangsung (kontraktor exsisting).

Dapat dilihat pada Pasal 2 ayat 1 Permen ESDM No 15 mengatakan: Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang berakhir Kontrak Kerjasamanya dilakukan dengan cara; (a) Pengelolaan oleh PT Pertamina, (b) Perpanjangan Kontrak Kerjasama oleh Kontraktor, (c) Pengelolaan secara bersama antara  PT Pertamina dan Kontaktor.

Berbanding terbalik dengan Pasal 2 ayat 1 Permen ESDM No 23 yang mana mengatakan: Menteri menetapkan Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang berakhir Kontrak Kerjasamanya dalam bentuk; (a) Perpanjangan Kontrak Kerjasama oleh Kontraktor, (B) Pengelolaan oleh PT Pertamina, (c) Pengelolaan secara bersama antara Kontraktor dan PT Pertamina.

Demikian perubahan yang mendasar dari Permen tersebut, selebihnya hanya dilakukan penyesuaian secara teknis. Sehingga, berdasarkan Pasal 3 ayat 3, Kontraktor paling cepat mengajukan perpanjangan kontrak dalam waktu 10 tahun dan paling lambat 2 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Apabila ayat ini tidak terpenuhi atau kontraktor tidak berkeinginan memperpanjang masa kontrak, barulah Pertamina bisa mengajukan permohonan sesuai dengan pasal 7 dari Permen ESDM No 23 tersebut.

Sebagai catatan, sejak tahun 2015, berkat Permen ESDM no 15, Pertamina telah memperoleh setidaknya 10 blok Migas terminasi yakni; Mahakam, Blok Tengah, Offshore North West Java (ONWJ), Ogan Komering, Tuban, North Sumatra Offshore (NOS), Southeast Sumatra, Sanga-Sanga, East Kalimantan dan Attaka. Dengan adanya Permen teranyar ini, Pertamina tidak bisa dengan serta merta mendapatkan blok terminasi berikutnya, melainkan harus menunggu sikap kontraktor exsisting atas keberlanjutan kontrak terhadap Wilayah Kerja (WK Migas).

Kedepannya, terhitung sejak tahun 2019 hingga Septermber 2021 terdapat 14 blok migas yang akan mengalami terminasi yakni; Blok Jambi – Merang (Shouth Sumatra), Pendopo dan Raja, Bula, Seram Non Bula, Makasar Strait – Offshore Area A, Shouth Jambi Blok B, Brantas, Salawati kepala Burung, Malacca Strait, Sengkang, Bentu Segat, Muriah, Rokan dan Blok Selat Panjang.

Namun diantara 14 blok tersebut, yang paling ‘seksi’ adalah Blok Rokan, Blok yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sejak 09 Agustus 1971 itu disebut merupakan lapangan minyak terbesar di Asia Tengara. Blok ini memiliki 2 lapangan yakni Minas dan Duri. Lapangan Minas menghasilkan jenis minyak Sumatra Light Crude yang terkenal di dunia. Pada masa jayanya, lapangan ini mampu menghasilkan 1 juta barel minyak per hari (BOPD). Begitupun lapangan Duri mengucurkan jenis minyak yang unik sehingga dinamakan Minyak Duri (Duri Crude). Adapun luas dari Blok Rokan sendiri memiliki wilayah 6.264 Km2 dengan masa kontrak akan berakhir 09-08-2021.

Diketahui meskipun perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu sudah hampir 50 tahun mengeksploitasi ladang minyak di Bumi Riau itu, namun hasil produksinya masih terbilang besar dan menjadi tumpuan produksi minyak nasional. Mengacu kepada data Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) per 31 Desember 2017, dari 10 KKKS besar, Blok Rokan menyumbang lifting terbanyak menempati peringkat pertama dengan volume mencapai 224.3 BOPD atau 28 persen dari jumlah lifting nasional sebanyak 803.8 BOPD.

Adapun kaitanya dengan Permen 23, banyak kalangan mengatakan Permen itu untuk memuluskan perpanjangan kontrak Blok Rokan oleh CPI. Bahkan ada juga yang mengait-ngaitkan dengan agenda politik 2019, dimana untuk mendapatkan dukungan politik dari AS, maka dijadikan Blok Rokan sebagai barang jaminan untuk diberikan atau diperpanjang kontraknya kepada perusahaan migas asal negeri Paman Sam itu yakni PT CPI.

Selanjutnya…
DPR: Permen No.23/2018 Beraroma Liberal

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta