Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi Bengkulu terus mendorong pemanfaatan energi panas bumi geothermal untuk mewujudkan daerah yang berada di pesisir barat Sumatera ini sebagai lumbung energi bersih.

Dengan potensi energi panas bumi mencapai 1.362 Megawatt electrical (MWe), pemerintah daerah bersama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral mendorong pengembangan panas bumi yang saat ini baru dieksplorasi di satu titik yakni pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Hulu Lais Kabupaten Lebong.

“Kami berkomitmen menjadikan Bengkulu sebagai lumbung energi bersih,” kata Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah saat membuka sosialisasi pengembangan panas bumi di wilayah kerja panas bumi Kepahiang akhir pekan ini.

Menurut Rohidin, pengembangan potensi panas bumi tersebut tidak lain untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, melalui pendapatan daerah. Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat lima titik potensi panas bumi Bengkulu yang tersebar pada tiga wilayah kabupaten yakni Lebong, Kepahiang dan Rejanglebong.

Dari lima titik tersebut baru dua titik yang dieksplorasi yakni area Hulu Lais Kabupaten Lebong berkapasitas 2 x 55 MWe yang ditargetkan memproduksi listrik pada akhir 2019 dan PLTP Bukit Daun dengan kapasitas 2×50 MWe yang ditargetkan berproduksi pada 2020.

Pemanfaatan geothermal, kata Rohidin, akan menjadi sumber energi terbarukan yang bisa menjadi substitusi bahkan menggeser pembangkit dengan bahan bakar fosil, minyak dan batu bara.

Ia berpesan, sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan pun perlu dilakukan secara jelas, sehingga mereka memahami dan yakin dengan manfaat pengelolaan panas bumi untuk kesejahteraan bersama.

Proyek Kepahiang

Selain panas bumi di Hulu Lais dan Bukit Daun, ada tiga titik panas bumi lainnya di Provinsi Bengkulu yakni Tambang Sawah, Suban Ayam dan Kepahiang.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu, Ahyan Endu mengatakan satu titik yang akan dikembangkan adalah proyek Kepahiang dengan potensi sumber daya hipotesis sebesar 180 MWe.

“Sumber daya panas bumi terduga sebesar 180 MWe tapi yang dikembangkan direncanakan 100 MWe,” ucapnya.

Panas bumi Kepahiang telah ditetapkan menjadi Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) pada 2012. Adalah PT PLN (Persero) yang akan mengembangkan WKP tersebut setelah sebelumnya dilirik tiga perusahaan besar, yaitu PT Wika Power (BUMN), Kalla Energy dan Hitay Energy Holdings dari Turki.

Direktur Panas bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Ida Nuryatin Finahari yang hadir saat sosialisasi mengatakan WKP Kepahiang yang berada di wilayah Kabupaten Kepahiang dan Rejanglebong, Provinsi Bengkulu segera dikelola.

Ida mengatakan sesuai dengan terobosan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan energi dan mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23 persen tahun 2025, PLN mendapat penugasan untuk menggarap potensi panas bumi di berbagai tempat, termasuk di Kepahiang.

“Indonesia yang berada digaris vulkanik (cincin api) memiliki kekayaan panas bumi yang melimpah di setiap daerah. Ini harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mendongkrak kemandirian energi nasional, dan PLN mendapatkan penugasan untuk itu,” katanya.

Ia pun menyebutkan kapasitas terpasang panas bumi Indonesia hingga saat ini sebesar 1.948,5 MW, atau baru sebesar 11,7 persen dari total potensi yang ada.

Selain bisa mencukupi kebutuhan energi nasional, pengembangan panas bumi menurutnya, juga sangat menguntungkan pemerintah, baik pemerintah daerah penghasil maupun pusat sebab ada ada bonus produksi panas bumi.

“Sesuai dengan UU panas bumi, ada bonus produksi panas bumi harus dibagikan kepada pemerintah, baik pemerintah daerah penghasil, pemerintah daerah sekitar maupun pemerintah pusat,” ujarnya.

Ida menambahkan, pada tahun ini pemerintah menargetkan kapasitas terpasang panas bumi mencapai 2.058,5 MWe yang ditargetkan terealisasi pada Desember 2018.

Sementara General Manager PT PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu, Daryono memaparkan, pertumbuhan konsumsi listrik Bengkulu per triwulan ketiga 2018 mencapai 6,3 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan konsumsi listrik nasional sebesar 4,7 persen.

Pertimbangan kecenderungan pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk, dan peningkatan rasio elektrifikasi masa yang akan datang, maka proyeksi kebutuhan listrik di daerah ini pada 2018 sampai 2027 mencapai 1.775 GWh.

“Untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut, tentunya diperlukan pembangunan pusat pembangkit dengan memanfaatkan potensi energi primer, dalam hal ini panas bumi yang merupakan energi baru dan terbarukan,” kata Daryono.

Studi Risiko

Sementara Koordinator Aliansi Lingkar Hijau Lebong, Nurkholis Sastro yang mengadvokasi korban longsor proyek PLTP Bukit Daun, Kabupaten Rejanglebong mengingatkan pengelola proyek untuk membuat studi risiko proyek Kepahiang terhadap lingkungan masyarakat.

“Pengelola proyek harus bercermin dari kasus longsor PLTP Bukit Daun yang hingga kini menyisakan kerusakan yang belum tertangani,” kata dia.

Menurut dia, ada tiga poin penting yang perlu dilakukan pengelola yaitu memastikan masyarakat memahami risiko proyek terhadap lingkungan dan masyarakat, harus profesional dan taat aturan dan ketiga melakukan persiapan sosial dengan masyarakat sehingga ada dukungan keberlanjutan proyek.

Bupati Kepahiang, Hidayatulah Sjahid pemanfaatan geothermal di Kepahiang terdapat di kawasan hutan konservasi sehingga pengelolaannya diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan.

“Surveinya memang sebuah perjalanan yang panjang. Mudah-mudahan ini merupakan titik terang, sehingga panas bumi yang berada di wilayah hutan konservasi itu bisa memberikan sumbangan pendapatan di kemudian hari, dengan tetap terjaga kelestariannya,” tutur Hidayat.

Untuk mencapai WKP Kepahiang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dari Bengkulu menuju Kepahiang. Jarak dari Bengkulu sekitar 60 kilometer dengan waktu tempuh sekira dua jam ke arah timur laut. Diharapkan, pengembangan panas bumi Kepahiang selesai pada tahun 2025. WKP ini mencakup wilayah administrasi Kabupaten Kepahiang dan di Kabupaten Rejanglebong.

Ant

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta