Lindungi PLN, Pemerintah Tidak Fair

Chairman Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma mengatakan bahwa Pemerintah sudah melakukan kemajuan dalam hal regulasi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM. Namun, regulasi tersebut ternyata belum sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

“Selama ini memang belum ada regulasi terkait PLTS surya atap. Kita berharap ada regulasi untuk menaungi walaupun pada akhirnya banyak tantangan. Ternyata begitu keluar justru tidak menjadi alat untuk mempercepat pembangunan EBT, malah memperlambat,” ujar Surya Darma.

Salah satu penghambat diantaranya adalah faktor regulasi perizinan pemasangan PLTS. Sebelum ada regulasi, masyarakat bisa langsung pasang PLTS surya atap. Kemudian, terkait jual beli, nanti tinggal mekanisme ekspor impor yang berlaku. Misalkan energi listrik yang berlebih bisa diekspor. Sedangkan kalau kebutuhan kurang, masyarakat bisa impor listrik. Menurutnya, penerapan tersebut sudah agak bagus, tidak mempersulit dengan berbagai macam proses perizinan dan biaya.

“Jadi sebetulnya ada birokrasi di dalam PLN yang menjadi lebih panjang, sekalipun dikatakan PLN harus setuju dengan pengajuan PLTS, namun yang memohon itu kan posisinya di bawah, bisa diterima bahkan bisa juga ditolak,” jelasnya.

Apakah itu merupakan salah satu ketakutan PLN? dirinya mengungkapkan bahwa dahulu memang dikhawatirkan akan mengurangi porsi distribusi listrik PLN. Namun seharusnya PLTS surya atap dilihat secara integratif dalam rangka menunjang EBT.

“Kita melihat tidak integratif, padahal kedepannya EBT harus menjadi sektor andalan. Kalau program ini berhasil, maka program EBT lain akan turut dipandang. Harapan mempercepat EBT, akhirnya pun tidak akan tercapai,” terangnya.

Dirinya juga menyoroti perizinan PLTS vs Genset. Pasalnya, ada perlakuan berbeda pemasangan genset dan PLTS surya atap. Masyarakat di rumah tidak apabila listrik padam atau tidak ada listrik, tinggal beralih ke genset. Akan tetapi, pemasangan PLTS diharuskan memiliki izin. “Apakah pakai genset pake izin? ada gak yang memiliki genset punya izin? kan ga ada itu,” terangnya.

Dirinya mempertanyakan perhitungan detil terkait tarif 1:0.65. “Artinya kalau masyarakat menjual diharga 0,65 dari poin PLN, itu yang menjadi tanda tanya. Kenapa tidak sama, kenapa harus jual murah, dan beli mahal. 0,65 persen itu apa dasarnya,” tanyanya.

Alasan PLN menghargai karena biaya gardu dan distribusi menurutnya tidak fair. “Mereka itu ada biaya pembangkitan dan atau distribusi. Masa sampai 35 persen. Mungkin itu yang dinilai tidak fair,” pungkasnya.

Next, Pasti Disetujui

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka