# APBN Kita, Kinerja dan Fakta
Menteri keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bersama jajarannya memaparkan bahwa APBN 2017 masih sehat. Pertumbuhan ekonomi sepanjang 2017 tercatat 5,07 persen, naik tipis dibanding tahun 2016 sebesar 5,03 persen.

Sampai dengan bulan Desember 2017, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.659,8 triliun. Pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan pajak mencapai Rp1.343,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp308,4 triliun atau 118,5 persen dari target dan tumbuh 17,7 persen dibanding tahun 2016.

Sementara itu, realisasi Belanja Negara sampai akhir 2017 mencapai Rp2.001,6 triliun atau 93 persen dari pagu APBNP 2017. Belanja tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat Rp1.259,6 triliun dan transfer ke Daerah dan Dana Desa Rp742,0 triliun. APBNP tersebut defisit Rp345,8 triliun atau 2,57 persen terhadap PDB. Pemerintah menutup defisit tersebut dengan pembiayaan anggaran utang mencapai Rp426 triliun.

Total Posisi utang pemerintah pusat hingga Januari 2018 mencapai Rp3.958,66 triliun yang terdiri dari pinjaman luar dan dalam negeri Rp752,38 triliun. Sedangkan utang dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.206,28 triliun.

“Pada intinya pemerintah melakukan pengelolaan utang dengan hati-hati dan berprinsip bahwa setiap rupiah yang diperoleh melalui utang harus dapat digunakan untuk membiayai belanja pembangunan yang menghasilkan manfaat lebih besar dari biaya utangnya. Manfaat tersebut tidak hanya manfaat finansial, namun juga manfaat ekonomis yang sering tak terlihat kasat mata dalam hitung-hitungan angka, namun dapat dirasakan dan diukur dengan pendekatan-pendekatan tertentu,” jelasnya.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan jumlah penduduk miskin dari September 2016 ke September 2017 turun 1,18 juta jiwa atau sekitar 0,58
persen poin (year-on-year). Ada tiga faktor pendorong penurunan kemiskinan pada 2017 yaitu inflasi dalam rentang target 4,0 plus 1 persen. Kedua, meningkatnya upah riil buruh tani sebesar 1,05 persen dan ketiga, integrasi program-program penanggulangan kemiskinan. Sedangkan penurunan Gini Rasio/ketimpangan ekonomi sebesar 0,391 persen (year-on-year) didorong kenaikan proporsi konsumsi kelompok 40 persen terbawah dan menengah.

Penulis: Ismed Eka dan Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka