Jakarta, Aktual.co — Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus dugaan korupsi yang berujung pada tindak pidana pencucian uang (TPPU), patut dipertanyakan. Pasalnya, penyidikan kasus TPPU yang dilakukan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, hingga kini belum juga selesai.
Demikian disampaikan Ahli TPPU, Yenti Ganarsih bahwa seharusnya, ketika Nazaruddin menyadang status tersangka, KPK sudah bisa mendeteksi kemana aliran uang korupsinya.
“Harusnya ketika ada tersangka korupsi penegak hukum (KPK) sudah tahu uangnya kemana, seketika ada TPPU. Jadi kita mengkonstruksikan lagi bahwa TPPU itu harus bersamaan dan seketika, sehingga ketahuan arah penyidikannya nanti kan,” sesal Yenti, di gedung KPK, Selasa (9/6).
Dengan begitu, lanjut Yenti, lembaga antirasuah bisa dengan cepat merampungkan penyidikan kasusnya. Tidak seperti sekarang, hampir empat tahun kasus Nazaruddin belum juga selesai.
“Orang sudah menerima hasil korupsi sekian, itu sudah enam bulan lalu misalnya, gak mungkin kan uang itu berhenti? Apa itu dibelikan mobil, atau ditransfer ke rekening lain, atau bikin perusahaan baru,” kata salah anggota pansel capim KPK.
Seperti diketahui, TPPU Nazaruddin dilakukan dengan membeli saham PT Garuda Indonesia. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut pada 13 Februari 2012. Ini pun menjadi kali pertama KPK menggunakan pasal pencucian uang.
Pembelian saham PT Garuda diduga menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Besar saham Garuda yang dibeli Nazaruddin senilai Rp 300,85 miliar, dengan rincian Rp 300 miliar untuk 400 lembar saham dan fee Rp 850 juta untuk Mandiri Sekuritas.
Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup. Perusahaan tersebut di antaranya, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Atas dugaan itu, Nazaruddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain itu, dia juga dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby