Seharusnya KPK terlebih dulu bekerjasama dengan Bawaslu sebagai pengawas di pesta demokrasi lima tahunan ini. Hal ini, agar tak terkesan bahwa KPK ikut bepolitik atau “disetir” penguasa.

“Ada banyak mekanisme yang bisa dipakai. KPK bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan pemantauan dana kampanye melalui mekanisme kuliah kerja nyata. KPK juga bisa bekerja sama dengan inspektorat daerah untuk pengawasan preventif terhadap pengelolaan keuangan,” kata Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Hifzil Alim ketika dihubungi.

KPK perlu didorong untuk memaksimalkan kewenangannya. Di samping itu, KPK juga harus membersihkan internalnya. “Misalnya, kalau ada pegawai yang keluar dari marwah KPK, ya ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan,” pungkasnya.

Seperti yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ketika itu bahwa persoalan untuk membuka informasi terkait standar oprasional prosedur terhadap penyadapan yang dilakukan KPK selama ini harus juga dibarengi dengan diuji.

Hal itu merujuk pada Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. “Bukan saja harus membuka (tapi juga diuji),” kata Fahri saat dihubungi.

Ketika rakyat Indonesia mencoba untuk melakukan judicial review terhadap ketentuan SOP tentang penyadapan itu, KPK selalu berlindung pada kata rahasia.

“Kita rakyat Indoensia tidak bisa melakukan judicial review terhadap SOP KPK yang menjadi sebab keributan nasional ini, karena SOP ini oleh KPK tidak mau ditunjukkan kepada siapapun termasuk komisi hukum (komisi III) DPR dengan alasan rahasia,” ujar dia.

Fahri menduga, jangan-jangan SOP yang dimaksud tidak pernah ada di institusi anti rasuah tersebut, atau dengan kata lain penyadapan dalam kegiatan ‘intip’ oleh KPK dilakukan selama 24 jam setiap harinya secara serampangan.

“Jangan-jangan tidak ada SOP, artinya ini sebetulnya sebuah tindakan kladenstein, KPK hanya putar alat sadap 24 jam layaknya orang dengar radio atau nonton TV,” kata dia.

“Itu yang saya bilang KPK ini seperti Gestapo atau Kopkamtib, tapi Gestapo atau Kopkamtib masih harus lapor ke atasan. Sementara mereka kan independent dan tidak punya atasan.”

Komisi III DPR RI mendesak agar KPK menyusun dan mematuhi Standard Operational Procedure (SOP) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Demikian dikatakan pimpinan Komisi III DPR RI, Benny K Harman saat membacakan kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK ketika itu.

“Serta melakukan peningkatan dan pengawasan internal untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan,” kata Benny.

Masih kata Benny, dalam kesimpulan berikutnya, Komisi III DPR RI mendesak KPK agar menyusun sistem pencegahan korupsi yang lebih terukur dan sistematis di seluruh kementerian, lembaga, badan dan pemerintah daerah. Hal itu untuk kepatuhan dalam mencegah dan mengurangi praktek korupsi.

Politikus Demokrat itu juga menjelaskan, agar KPK memberikan masukan lebih rinci terkait rencana revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Komisi III DPR RI meminta KPK memberikan masukan yang lebih rinci dan komprehensif sehubungan dengan rencana perubahan UU no 30 tahun 2002 tentang KPK,” kata dia.
KPK Salahkan Parpol

KPK diawal tahun 2018 ‘panen’ OTT. Hal itu dilakukan jelang tahun politik untuk pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu serentak 2019. Biaya politik yang tinggi dan masih maraknya politik uang menjadi sebab potensi tersebut muncul.

“OTT itu banyak lagi, merem saja dapat. Menjelang Pilkada serentak, Pemilu legislatif, logistik, 2019 pemilu lagi, 2018 fase-fase logistik, bisa jadi KPK panen,” ujar Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono belum lama ini.

Tingginya potensi OTT ini KPK tak lepas dari rendahnya integritas politikus Indonesia serta tingginya biaya politik. Sehingga untuk menutup modal maka korupsi pun dilakukan para pejabat daerah atau wakil rakyat di parlemen.

Giri mencontohkan, banyak pejabat daerah dari parpol yang mencapai jabatannya karena mampu membayar mahar ke partainya. Setelah menjabat sebagai pelayan masyarakat, pendapatannya tak cukup untuk mengembalikan modal tersebut.

“Banyak partai memplesetkan integritas, yang terdengar hanya ‘tas’nya, yang penting isi tasnya. Jadi politik Indonesia yang begitu pragmatis karena pendanaan (parpol dari pemerintah) begitu rendah,” ujarnya.

Salah satu upaya KPK dalam mencegah korupsi marak dilakukan politikus adalah menyarankan agar pemerintah menaikkan bantuan dana bagi parpol. Saran tersebut akhirnya diproses Kemendagri dan Kemenkeu, serta telah disetujui.

Nilai dana parpol untuk partai mulai 2018 naik hingga sekitar seribu rupiah. Sebelumnya, setiap parpol hanya mendapat bantuan dana Rp108 per suara yang mereka peroleh dari pemilu.

Fungsi Parpol