Juru bicara KPK Febri Diansyah mengklaim, lembaganya saat ini tengah memfokuskan ‎pengawasan terhadap pengelolaan anggaran daerah agar tak diselewengkan penyelenggara negara yang dapat merugikan masyarakat.

‎”‎T‎ahun 2018 merupakan tahun penting bagi bangsa ini. Selain sejumlah Pilkada digelar di seratusan daerah, tahun itu segala persiapan sebelum proses politik 2019 juga akan terjadi,” kata Febri saat jumpa pers di kantor KPK, Jakarta Selatan.

‎Tercatat ada 171 daerah akan menggelar pemilihan kepala daerah serentak, terdiri dari pemilihan gubernur di 17 provinsi, pemilihan walikota di 39 kota dan pemilihan bupati di 115 kabupaten.‎

Pesta demokrasi serentak tahun depan sekaligus diasumsikan sejumlah pihak ‎sebagai batu loncatan untuk setiap partai politik mempersiapkan segalanya menghadapi pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019.

Tiap Parpol diyakini mengusung calon-calon kepala daerah yang nantinya ditujukan sebagai kantong meraup suara di Pileg dan Pilpres 2019. Tidak hanya sisi politik, kemenangan di Pilkada, baik di provinsi maupun kabupaten/kota juga penting untuk mengumpulkan finansial, apalagi saat ini biaya politik di Indonesia masih terbilang tinggi.

“Karena itu, pengawasan terhadap daerah perlu dilakukan bersama-sama,” kata Febri.

‎Berdasarkan catatan KPK, ‎sepanjang 2004 sampai 2017 terdapat 12 gubernur dan ‎65 bupati atau walikota‎ yang dijerat lembaga antirasuah itu. Jumlah itu belum termasuk puluhan anggota DPRD tingkat I dan II yang terjaring operasi penangkapan.

‎‎‎Febri mengaku, lembaganya selama ini telah memaksimalkan fungsi trigger mechanism melalui koordinasi dan supervisi ‎pencegahan (dengan berbagai instansi terkait).

Dia berharap proses politik tahun 2018 dan 2019 tidak diwarnai dengan korupsi atau transaksional lain sebab politik transaksi sejatinya dapat mencedarai tujuan demokrasi. Dari 19 OTT yang berhasil dilakukan KPK, diantaranya adalah Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, awal 2017. Kemudian juga ada penangkapan sejumlah kepala daerah, hingga pejabat pemerintah pusat.

KPK juga berhasil menyeret ke persidangan mantan Ketua DPR Setya Novanto setelah yang bersangkutan selalu berhasil berkelit, terkait dakwaan terlibat dalam korupsi e-KTP yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun, dari total nilai proyek Rp5,9 triliun.

Berdasarkan catatan selama 2017, KPK telah melakukan 114 kegiatan penyelidikan, 118 penyidikan, dan 94 penuntutan. Kegiatan itu terdiri dari kasus baru, maupun sisa dari penanganan perkara sebelumnya.

“Selain itu juga melakukan eksekusi terhadap 76 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” kata Basaria.

KPK telah melakukan koordinasi terhadap 183 penanganan perkara dari target 80 perkara pada 2017. Sementara untuk supervisi dilakukan terhadap 289 perkara dari 164 perkara yang ditargetkan.

KPK mengungkap 43 kasus yang melibatkan pejabat Eselon I hingga IV di pemerintahan yang terlibat kasus korupsi. Mereka terjaring dalam penanganan perkara selama 2017. Selain itu ada 12 perkara lagi yang melibatkan bupati/walikota dan wakilnya.

Basaria menambahkan, jika dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 93 perkara, diikuti pengadaan barang/jasa sebanyak 15 perkara, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebanyak lima.

Bersihkah Internal KPK?