Seorang buruh pelabuhan memperhatikan sejumlah beras impor asal Thailand yang diturunkan dari kapal saat tiba di Pelabuhan Tenau Kupang, NTT Kamis (25/2). Kapal tersebut membawa 15.000 ton beras impor asal Thailand yang dimanfaatkan Bulog Divisi Regional Nusa Tenggara Timur untuk kegiatan operasi pasar jika terjadi gagal tanam akibat El Nino . ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/nz/16.

Purwokerto, Aktual.com – Kementerian Perdagangan harus memiliki alasan yang realistis dan rasional ketika memutuskan untuk impor beras, kata pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Totok Agung Dwi Haryanto.

“Selama ini petani kita telah mencurahkan dan mendedikasikan semua yang dimilikinya, waktu, tenaga, dan pikirannya, untuk menyediakan pangan bagi seluruh penduduk NKRI,” katanya di Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (21/9).

Akan tetapi, kata dia, upaya pemerintah untuk menyejahterakan petani belum optimal.

Menurut dia, hal itu disebabkan sampai saat ini petani tetap menjadi bagian terbesar penyumbang angka kemiskinan di Indonesia.

“Impor beras, terutama saat panen, tentu akan merugikan petani. Harga di tingkat petani tentu akan turun,” katanya.

Ia mengatakan upaya membatasi atau menghentikan impor beras adalah satu bentuk keberpihakan kepada petani.

“Artinya, ada penghormatan dan penghargaan terhadap jerih payah petani. Setidaknya, harga beras tidak akan turun,” tegasnya.

Terkait dengan hal itu, Totok mengatakan kebijakan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso untuk menahan impor adalah langkah yang tepat �di samping tetap perlu upaya lain untuk lebih mengoptimalkan peran Bulog.

Sementara itu, kata dia, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebagai pembantu Presiden yang bertanggung jawab dan mengatur kaitannya dengan perdagangan, harus memiliki alasan yang sangat realistis dan rasional ketika memutuskan impor beras.

“Misalnya, hanya khusus untuk jenis beras yang dikonsumsi masyarakat namun belum bisa diproduksi oleh petani kita,” katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan keputusan itu tentu harus tetap mempertimbangkan keberpihakan kepada petani dan penghargaan terhadap jerih payah petani.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan