Anggota Ombusman RI, Adrianus Melila (kiri) dan Direktur Eksekutif KPPOD, Robertus Na Endi Jaweng (kanan) saat diskusi Aktual Forum Mengambil "Manfaat dari Mengelola Keluhan Masyarakat" di kantor aktual.com, Jalan Tebet Barat VIII, Jakarta Selatan, Senin (13/6). Dalam konteks pelayanan publik, demokrasi harus mampu mewujud dalam semua institusi penyedia layanan publik dalam bentuk keterbukaan yang kemudian dikonkreatkan melalui disediakannya ruang-ruang penyampaian kaluhan atau pengaduan jika pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan harapan atau kewajiban pemberi layanan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Adrianus Meliala, mengumumkan ada empat temuan maladministrasi minor yang dilakukan penyidik kepolisian terkait kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

“Ada empat maladministrasi minor yang kami temukan, tetapi kekeliruan tersebut tidak memiliki dampak secara substantif terhadap penyidikan perkara,” kata Adrianus saat ditemui usai jumpa pers di Kantor Ombudsman Pusat di Jakarta, Kamis (6/12).

Temuan maladministrasi tersebut diperoleh dari hasil investigasi yang dilakukan sejak 11 April 2017 sampai dengan September 2018.

Dalam investigasi yang dilakukan Ombudsman, terperiksa meliputi jajaran penyidik Kepolisian Sektor (Polsek) Kelapa Gading, Kepolisian Resort Metro (Polrestro) Jakarta Utara, dan Kepolisian Daerah Metro Jakarta Jaya (Polda Metro Jaya). Maladministrasi yang ditemukan Ombudsman terdiri atas empat faktor, diantaranya aspek penundaan berlarut penanganan perkara, efektivitas penggunaan sumber daya manusia, pengabaian petunjuk yang bersumber dari Novel Baswedan sebagai korban, dan aspek administrasi penyidikan (mindik). “Dalam proses penyidikan Laporan Polisi Nomor LP/55/K/IV/2017/PMJ/Res JU/S/GD tanggal 11 Apirl 2017, tidak ada jangka waktu penugasan yang dikeluarkan Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, maupun surat perintah dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” sebut Adrianus. Sementara, komisioner Ombudsman Pusat itu menjelaskan, Pasal 6 Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan menyatakan bahwa surat perintah tugas sekurang-kurangnya memuat “lama waktu penugasan”.

Terkait dengan temuan itu, pihak Ombudsman merekomendasikan agar kepolisian segera membuat revisi surat perintah tugas yang mencantumkan jangka waktu penugasan. Di samping itu, Ombudsman juga meminta ada perbaikan dalam pengetikan surat perintah tugas, surat perintah penyelidikan, surat perintah penyidikan, dan berita acara pemeriksaan yang dikeluarkan Polsek Kelapa Gading. “Dalam surat tersebut tertulis laporan polisi No. Pol 55/K/IV/2017/PMJ/Restro Jakut/S GD yang menjadi dasar pertimbangan, padahal laporan polisi dari Yasri Yudha Yahya bernomor No.Pol: 55/K/IV/2017/PMJ/Res JU/S GD. Ada ketidakcermatan dalam dasar penugasan, sementara Pasal 6 Perkap No.14/2012 menyebut surat perintah tugas sekurang-kurangnya memuat dasar penugasan,” terang Adrianus. Terlepas dari temuan maladministrasi itu, Ombudsman menyatakan bahwa pihak kepolisian terlihat serius dalam melakukan penyidikan, terbukti dari jumlah personel yang dilibatkan hingga mencapai 172 anggota, atau sekitar dua kompi. Namun, keseriusan itu, menurut Adrianus, sebaiknya diiringi dengan strategi penyidikan yang cermat dan efektif, sehingga kasus Novel Baswedan dapat segera menemui titik terang.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: