Pemerintah memilih impor garam daripada produksi sendiri atau swasembada. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ombudsman Republik Indonesia menyatakan perbaikan sistemik terkait kebijakan impor yang merupakan sinergi antarkementerian dan lembaga dinilai bakal menurunkan impor garam pada tahun ini.

“Ombudsman melakukan pendalaman kepada komoditas garam. Impor garam melonjak tinggi pada 2018,” kata Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Siregar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/2).

Menurut Alamsyah, harga garam dalam negeri mengalami lonjakan tidak wajar di pertengahan 2017, yang diikuti oleh kebijakan impor dengan jumlah tinggi di awal tahun dengan persetujuan impor mencapai 3,7 juta ton.

Ombudsman, lanjutnya, telah menemukan beberapa maladministrasi impor pada 2018 antara lain keputusan impor sebesar 3,7 juta ton itu tidak disertai rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan sebagaimana amanat UU No 7/2016.

Selain itu, ujar dia, Ombudsman menemukan penyalahgunaan distribusi garam impor periode 2018 oleh PT MTS, di mana penindakan telah dilakukan oleh Kepolisian RI.

Ia menuturkan, beberapa kementerian telah memulai serangkaian perbaikan sistemik melalui perbaikan tersebut diperkirakan impor garam akan menurun pada tahun 2019.

Sebelumnya, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah sebaiknya meningkatkan kapasitas produksi petani garam agar hasil produksi dapat digunakan untuk kebutuhan industri.

“Dengan adanya peningkatan kapasitas petani, diharapkan ke depannya hasil produksi garam lokal juga bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan industri sehingga pasar mereka semakin luas dan tidak hanya untuk garam konsumsi saja,” kata peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman.

CIPS menyatakan selama ini kebutuhan garam industri hanya dipenuhi melalui impor. Impor garam ini tidak lepas dari belum mampunya para petani garam lokal untuk memenuhi kebutuhan industri.

Selain itu, harga garam lokal juga relatif lebih mahal daripada garam impor dan kualitasnya juga masih berada di bawah garam impor. Garam industri harus memenuhi ketentuan tertentu yang dibutuhkan.

Sejumlah kegiatan yang dapat meningkatkan kapasitas produksi petani garam antara lain mengenalkan teknologi bercocok tanam secara teori maupun praktek, pelibatan iptek dan membuka kesempatan kepada para petani untuk belajar langsung ke negara-negara produsen garam besar di dunia.

Selain itu, pemerintah juga bisa memaksimalkan peran penyuluh pertanian supaya mereka bisa memberikan pendampingan kepada para petani.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam industri untuk 2018 berjumlah sekitar 3,7 juta ton.

Industri yang membutuhkan jumlah garam terbesar adalah industri petrokimia yaitu sebesar 1.780.000 ton. Selanjutnya adalah industri pulp dan kertas yang membutuhkan pasokan garam industri sebesar 708.500 ton. Urutan ketiga adalah industri pangan yang membutuhkan pasokan garam industri adalah sebesar 535.000 ton.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan