Pernyataan Presiden Jokowi yang menggunakan analogi ‘Game of Throne’ langsung menuai reaksi pro dan kontra, baik di para pejabat dunia yang hadir dalam acara IMF-Worl Bank 2018 di Bali, maupun di masyrakat di Indonesia sendiri.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai jika saat ini hubungan perekonomian negara-negara maju tengah mengalami keretakan. Dalam pidato di depan pertemuan IMF-Bank Dunia itu, Jokowi mengibaratkan kondisi tersebut seperti cerita dalam serial film Game of Thrones.

Seperti yang disampaikan, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang juga anggota Komisi XI DPR M Misbhakun misalnya. Pria yang saat itu turut hadir dalam pertemuan tersebut mengaku menangkap atmosfer luar biasa dari delegasi dan peserta yang menyimak pidato Jokowi tersebut. Bahkan, dikatakan dia, isi pidato Presiden Jokowi mampu menggugah emosi ketika itu.

“Posisi duduk saya hanya terpisah empat baris kursi dari posisi Presiden Jokowi berpidato. Saya menjadi saksi mata langsung dan menangkap atmosfer di ruang pertemuan, baik emosinya ataupun suasana kebatinannya,” kata Misbhakun dalam keterangannya, Jumat (12/10/2018).

Tidak hanya itu, Misbakhun juga melanjutkan, isi pidato Presiden Jokowi menunjukkan sikap berdaulat Indonesia yang diakui dunia. Terlebih, posisi Indonesia di depan organisasi sekelas IMF dan World Bank.

“Presiden Jokowi ingin menyampaikan pesan bahwa Indonesia punya sikap yang jelas dalam mengatur kedaulatan ekonominya. Pesan itu disampaikan dengan sangat halus tapi penuh makna lewat simbolisme Game of Thrones,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dengan mengambil pesan melalui serial film tersebut, benar-benar mengena di benak peserta ataupun delegasi yang hadir. Menurutnya, pidato Jokowi menjadi salah satu yang terbaik.

“Ini adalah salah satu pidato terbaik Bapak Presiden Jokowi yang pernah saya lihat dan dengarkan. Sampai pada akhir pidato yang ditutup dengan tepuk tangan panjang dan standing ovation dari seluruh peserta,” pungkas Misbhakun.

Pujian itu pun juga diberikan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde yang berpidato setelah Jokowi dalam acara pertemuan tahunan itu. Tak ayal, wanita Prancis itu berkelakar jika dirinya  merasa iri akan kemampuan Jokowi dalam menyampaikan pidato yang sangat meyakinkan.

“Saya ingin berterima kasih pada Jokowi karena menaikkan standar dalam memberi pidato yang hebat dan meyakinkan. Wow,” ucap Lagarde di Nusa Dua Bali, Jumat (12/10/2018).

Belum lagi, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita ikut angkat suara, mengaku terkesan dengan pidato mantan walikota Solo itu.

“Bagus banget ya? Tajam banget. Itu sesuatu yang barangkali, that is Indonesian waymenyampaikan sesuatu tanpa menyebut dan menyinggung tapi dalam sekali artinya,” kata dia, saat ditemui, di sela-sela acara IMF-World Bank Annual Meeting, Bali, Jumat (12/10/2018).

Enggartiasto menyebutkan, jika pidato Jokowi tidak hanya membuat dirinya terkesan, melainkan juga peserta yang hadir dalam plenary session tadi.

“Kami lihat waktu ovation itu yang IMF itu, Lagarde dia yang pertama kali berdiri untuk memberikan standing ovation. Saya lihat dari belakang. Karena ilustrasi yang diberikan itu sangat mengena walaupun dengan sederhana, mengena dan tajam,” terangnya.

Tidak hanya itu, politisi Nasdem ini mengaku, sebagai orang yang ada di dalam tim kerja presiden, maka ia sudah sangat akrab dengan gaya Jokowi yang kerap memberikan ilustrasi dalam menyampaikan penjelasan terkait kebijakan ataupun rencana pemerintah.

“Beliau berikan gambaran itu sangat detail yah. Beliau dalam pengalaman saya ini dia detail sekali dalam guidance dan sering sekali memberikan ilustrasi-ilustrasi,” papar dia.

Ibarat istilahkata ‘ada siang-pasti aka nada malam’, begitulah dalam pola kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Tidak akan pernah terjadi dalam satu hari siang yang berkepanjangan, dan begitu pula sebaliknya soal malam.

Dalam kasus ini pun, seperti istilahkata tersebut meggambarkan kondisi tersebut, di tengah ada yang menilai pro tentu juga ada yang mengkritik.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon misalnya. Ia menyebut, jika isi pidato Jokowi menunjukan sikap kepala negara yang lemah.

Fadli melalui akun Twitter pribadinya, @fadlizon mencuitkan kritikan pedas atas pidato Jokowi di acara Annual Meeting IMF World Bank Plenary. Menurut dia, selain menunjukan sikap kepala negara yang lemah, isi pidato Jokowi dinilai tidak memiliki substansi penting bagi bangsa Indonesia di hapadan IMF.

Padahal, kata wakil ketua DPR itu, selaku tuan rumah seharusnya posisi Indonesia sangat diuntungkan untuk dapat menyampaikan masukan dan kritik terhadap IMF.

Kendati begitu, Fadli justru menilai, Jokowi yang menganalogikan kondisi perekonomian dunia selayaknya serial film ‘Game of Thrones’ tidak relevan dan malah menunjukan kondisi perekonomian Indonesia lemah di tengah tantangan ekonomi global saat ini.

Berikut beberapa cuitan Fadli Zon yang memgkritik pidato Jokowi melalui akun Twitter milik pribadinya @fadlizon pada Sabtu (13/10/2018).

“Pidato Presiden @jokowi di depan IMF, yg menyatakan ‘kami bergantung pd Bapak Ibu semuanya, para pembuat kebijakan moneter dan fiskal dunia untuk menjaga komitmen kerja sama global’, justru menunjukan sikap pemimpin negara yg lemah.”

“Sebagai tuan rumah, mestinya posisi Indonesia diuntungkan untuk dapat menyampaikan masukan serta kritik terhadap IMF.”

“Selain analogi ‘Games of Thrones’ tak relevan dengan situasi saat ini, jika disimak baik-baik, pidato Presiden @jokowi di forum IMF-World Bank Annual Meeting kemarin, justru menunjukkan ekonomi Indonesia itu lemah di tengah tantangan ekonomi global saat ini.”

“Jika demikian, apa yang patut diapresiasi dari pidato tsb? Setidaknya, ada dua hal yg menjadi pertimbangan sy, menilai pidato Presiden kemarin tak punya substansi penting bagi bangsa kita di hadapan IMF.”

“Pertama, pidato Presiden @jokowi di forum IMF, menyiratkan kecemasan akut. Sangat disayangkan di forum tsb, sikap mental yg dipertontonkan Presiden justru mental inferior yg mengemis belas kasihan negara besar.”

Tidak hanya Fadli, koleganya di DPR RI, Fahri Hamzah tidak luput dari komentar pedasnya terhadap pidato sang presiden.

Wakil Ketua DPR RI itu menilai, jika presiden saat ini lebih suka berbicara soal fiksi dibandingkan tentang sejarah terbentuknya negara Indonesia. Kritik itu disampaikan Fahri dalam acara “ngopi bareng” Deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (14/10)

Fahri mengatakan, Presiden semestinya tidak perlu bicara soal fiksi seperti film Avanger, Game of Thrones. “Pemimpin tidak suka lagi berbicara sejarah, pemimpin kita bicara fiksi, Thanos, Avangerlah, Game of Thrones, seolah-olah mengajak kita memikirkan suatu yang dangkal ke kaum milenial, sejarah dilupakan, Sriwijaya dilupakan, Majapahit dilupakan,” kata Fahri.

Dia melanjutkan, semestinya pemerintah tidak melupakan sejarah terbentuknya Indonesia dengan menyampaikan betapa sulitnya para pejuang tanah air merebut kemerdekaan di tangan para penjajah kala itu.

Salah satu contoh, sambung dia, ketika presiden pertama Soekarno hanya menggunakan stasiun radio untuk menyampaikan pidato kepada rakyat. Selain itu, perjuangan Bung Karno yang dibuang beberapa kali oleh penjajah juga harus dikenang.

“Bahkan orang Amerika saja terus menggaungkan para pemimpin dan pemikir terdahulunya seperti Haisen Hower, George Washington, Franklin. Kenapa tiba-tiba Presiden justru mengutip fiksi Game Of Thrones? Itu tidak ada dalam kenyataan,” paparnya.

“Mengutip kitab suci tentunya lebih enak didengar,” tambah politisi PKS itu.

Pilih Redaksional Sontoloyo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Novrizal Sikumbang