Prof Mukhtasor, Guru Besar ITS
Prof Mukhtasor, Guru Besar ITS

Jakarta, Aktual.com – Pengembangan energi terbarukan di Indonesia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi ada amanat untuk meningkatkan pemanfaatannya dalam proporsi yang signifikan, namun kebijakan Kementrian ESDM tidak memberi medan bisnis yang rasional dan adil bagi energi terbarukan, khususnya energi laut.

Demikian disampaikan Guru Besar Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Mukhtasor, dalam acara Marine Technical Discussion Forum di BKI Building, Jakarta Utara, Rabu (14/11).

“Salah satu lokasi potensi energi gelombang laut yang besar itu dari Samudera Indonesia. Kalau itu dimanfaatkan untuk Pulau Jawa, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM harga energi laut yang dapat diambil oleh PLN paling tinggi adalah 85% dari biaya pokok produksi yang berlaku di Pulau Jawa. Padahal, pasokan listrik di Jawa mayoritas dari energi fosil, utamanya batu bara dan gas. Artinya, energi gelombang laut yang lebih bersih dan berkelanjutan dipatok pada harga yang lebih rendah daripada harga energi fosil,” jelas Anggota DEN periode 2009-2014 tersebut.

Menurutnya tidak ada pembelaan memadai untuk energi baru yang berpotensi besar dan berkelanjutan di Indonesia. Energi gelombang laut bukan hanya energi yang terbarukan, namun juga energi yang baru dan potensial.

“Energi gelombang laut relatif lebih stabil dari pada energi angin, arus pasang surut, maupun surya. Dalam aplikasinya, energi laut sudah semakin matang dan beberapa dunia telah mulai mengadopsi untuk aplikasi,” jelasnya lagi

Namun pada kenyataannya perlakuan pada energi laut tidak adil. Misalnya, Peraturan ESDM yang berlaku memutuskan bahwa harga energi hidro dapat dibeli sampai angka 100% dari biaya pokok produksi, sementara energi laut dibatasi maksimal 85% biaya pokok produksi. Artinya, energi yang dibangun di lautan dihargai lebih murah daripada energi yang dibangun di sungai. Padahal membangun di laut tentu membutuhkan usaha yang lebih sulit dan konstruksi yang lebih mahal.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementrian ESDM, harus memperbaiki kebijakan energi yang tidak rasional dan tidak adil ini,” pungkas Mukhtasor menegaskan.