Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (kedua kanan) memberikan keterangan pers seusai rapat kerja dengan Komisi V DPR membahas RUU Jasa Konstruksi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/2). RUU yang akan menggantikan UU nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi tersebut telah memasuki tahap pembahasan di DPR dan diharapkan akan mampu meningkatkan daya saing jasa konstruksi dalam negeri dalam persaingan global. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuldjono masih membutuhkan waktu 2 minggu kedepan untuk mendiskusikan dengan pakar bangunan dan geologi mengenai kelayakan tindak lanjut pembangunan wisma atlit Hambalang.

“Sejak tanggal 18 Maret kami ditugasi, progres kami tanggal 21 kami bentuk tim audit geologi teknis, tim audit bangunan drainase dan regulasi dibantu pakar geologi teknik UI, ITB, struktur bangunan UGM, ITB, dan UNDIP, butuh 2 minggu lagi untuk tentukan save or notnya,” kata Basuki saat ditemui di kantornya, Kamis (31/3).

Berdasarkan hasil pengamatan sementara yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ditemukan pergeseran tanah sebesar 8 mm per tahun.

Namun dari sisi bangunan tidak ada kerusakan yang berarti. Hanya terdapat retak-retak kecil di beberapa ruas bangunan. Selain itu ada longsoran-longsoran kecil di tanah timbunan, menurut Menteri Basuki persoalan ini hal alami terjadi pada bangunan yang lama tidak dirawat.

Secara teknis, lanjut Basuki, hanya ada masalah terkait tinggi bangunan. Sebab dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek hanya terdiri dari 3 lantai namun dalam kenyataaan yang terbangun 6 lantai.

“Kita nanti akan diskusi dengan pakar kalau ini bisa tetap diteruskan dengan 6 lantai, tar gimana IMB nya. Kalau hanya 3 lantai terus 3 lantainya lagi dipotong atau gimana, itu konsekuensinya,” sambung Basuki.

Sementara terkait dengan status hukum, Kementerian PUPR juga telah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sedangkan terkait dengan aspek finansial, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal ini dilakukan agar tidak ada masalah yang timbul di kemudian hari apabila proyek tersebut dilanjutkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka