Maulana Syekh Dr Yusri Rusydi Sayyid Jabr Al Hasani didampingi Khodimu Zawiyah Arraudhah KH Muhammad Danial Nafis dan jemaah melaksanakan Dzikir dan Sholawat usai acara Multaqo al-'Ilmi Wa Adz-Dzikr al Alami di Zawiyah Arraudhah, Jalan Tebet Barat, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2018). Hadroh Usbuiyah li Thariqati Shiddiqiyah Syadzilliyah ini dilaksanakan rutin setiap Kamis malam di Zawiyah Arraudhah. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Dzikir adalah melepaskan diri dari kelalaian dengan selalu menghadirkan kalbu bersama al-Haqq (Allah Swt).

Pendapat lain mengatakan bahwa dzikir adalah mengulang-ulang nama Allah Swt dalam hati maupun melalui lisan.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengingat lafal jalalah (Allah Swt), sifat-Nya, hukum-Nya, perbuatan-Nya atau suatu tindakan yang serupa.

Dzikir bisa pula berupa doa, mengingat para Rasul-Nya, Nabi-Nya, Wali-Nya, dan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan-Nya, serta bisa pula berupa taqarrub kepada-Nya melalui sarana dan perbuatan tertentu seperti membaca, mengingat, bersyair, menyanyi, ceramah, dan bercerita.

Maka, dengan pemahaman seperti ini, mereka yang berbicara tentang kebenaran Allah Swt, atau yang merenungkan keagungan, kemuliaan, dan tanda-tanda kekuasaan-Nya di langit dan di bumi, atau yang mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesungguhnya—dengan berbuat demikian—mereka sedang melakukan dzikir.

Dzikir bisa dilakukan dengan lisan, kalbu, anggota badan, ataupun dengan ucapan yang terdengar orang.

Orang yang berdzikir dengan menggabungkan semua unsur tersebut berarti telah melakukan dzikir secara sempurna.

—Sidy Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandary Ra. dalam muqoddimah Miftah al-Falah wa Misbah al-Arwah.

Asad Syamsul Abidin

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid