Jakarta, Aktual.com – Coba tengok kanan-kiri Anda. Berapa banyak anak kecil dan balita yang Anda lihat diam terpaku tidak jauh dari orangtuanya berada, susah payah menggenggam erat dengan kedua tangan mungilnya sebuah tablet atau smartphone — entah milik ayah atau ibunya, atau justru miliknya sendiri — yang ukuran layarnya bahkan jauh lebih besar dari ukuran kepalanya.

Pemandangan yang cukup familiar, bukan?

Smartphone dan tablet adalah senjata terfavorit para orangtua untuk membuat anak-anaknya tetap duduk tenang dan tidak rewel, terutama bagi mereka yang super sibuk dan memiliki banyak hal yang lebih mendesak daripada mengurus anaknya. Gadget elektronik juga dapat dijadikan alat suap yang cukup efektif. Orangtua menggunakan smartphone atau tablet mereka untuk membuat anak-anak mereka berkelakuan baik di tempat umum, duduk taat di dalam mobil, naik ke atas kereta dorong, atau bahkan demi potty training yang sukses.

Para ahli mengutarakan, walaupun dampak dari televisidan video pada anak-anak kecil sudah dipahami dengan baik, pemahaman masyarakat tentang perangkat mobile pada anak pra-sekolah telah jauh dilangkahi oleh seberapa banyak dan sering anak-anak ini telah menggunakannya.

Efek buruk smartphone atau tablet untuk anak

Ahli parenting, psikologis, dan bahkan pemerhati kesejahteraan anak mengkhawatirkan efek dari smartphone, tablet, dan gadget lainnya dengan touchscreen pada anak di bawah usia tiga tahun yang hobi menggunakannya. Mereka percaya bahwa waktu bermain yang dihabiskan dengan memelototi layar gadget mungkin memiliki efek negatif pada otak anak yang sedang berkembang. Lebih lanjut mereka memperingatkan bahwa menggunakan tablet atau smartphone untuk mengalihkan perhatian anak dapat merugikan perkembangan sosial-emosional mereka.

Tahukah Anda, otak anak akan membesar hingga tiga kali lipat — begitu banyak pembelajaran yang terjadi bahkan sebelum anak menginjak usia lima tahun — bahkan sebelum ia dapat lancar mengucapkan kata-kata pertamanya?

Ada praduga bahwa waktu bermain di depan perangkat mobile dapat menjadi alternatif pembelajaran, namun American Academy of Pediatrics (AAP) mengatakan bahwa anak di bawah usia dua tahun tidak memiliki kemampuan kognitif untuk dapat memahami program seperti itu. Yang sebenarnya dilakukan oleh games “edukasional” ini adalah memotong waktu interaksi orangtua-anak, yang berdampak pada keterlambatan berbahasa bagi anak. Faktanya, anak-anak perlu waktu interaksi tatap muka dengan orangtuanya, bukan dengan gadget.

Selain itu, paparan berlebih dengan gadget telah dikaitkan dengan defisit fokus, keterlambatan kognitif, dan gangguan belajar. Penggunaan layar interaktif pada anak di bawah usia tiga tahun juga dapat merusak tumbuh kembang anak dari keterampilan yang dibutuhkan untuk matematika dan ilmu pengetahuan, peneliti menemukan.

Perangkat elektonik ini dapat menggantikan kegiatan keterampilan motorik yang melibatkan kerja tangan, yang penting untuk perkembangan keterampilan sensomotorik dan visual-motor — penting untuk proses pembelajaran dan penerapan matematika dan sains.  Bayi dan balita belajar lebih baik dengan materi yang bisa mereka sentuh, raba, dan genggam, dibandingkan apa yang mereka lihat di sebuah layar. Mengeksplorasi konsep-kosep dalam tiga dimensi lebih baik daripada pemahaman hanya dua dimensi untuk perkembangan kognitif yang lebih menyeluruh.

Sebuah studi tahun 2014 oleh Children’s Digital Media Center dari University of California, Los Angeles menunjukkan bahwa ketika kesibukan bermain gadget mengalahkan kesempatan interaksi tatap-muka, keterampilan sosial anak mungkin dapat terpengaruh secara negatif, dan ini mungkin akan membutakan mereka dari pemahaman emosi orang lain, wawasan, empati, cara mengetahui diri mereka sendiri, dan keterlibatan dalam hubungan antar manusia yang sehat. Kecerdasan sosial dan emosional sangat penting untuk kesuksesan dalam hidup.

Akan tetapi, tidak semua gadget membawa dampak buruk

Di sisi lain, peneliti juga mengutip beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan manfaat penggunaan perangkat mobile pada balita, termasuk keterampilan literasi awal, atau keterlibatan akademik yang lebih baik pada murid dengan autisme.

Para peneliti di University of Washington mengungkapkan bahwa gadget modern tidak diperlukan dalam kemantapan proses tumbuh kembang anak — anak dapat berkembang dengan baik dengan terus diajak bicara dan dibacakan cerita dari buku anak. Walaupun begitu, ada bukti bahwa memilah dan memilih acara tv anak untuk membantu proses pembelajaran sejak dini, e-books, dan aplikasi mobile untuk belajar membaca dapat membantu perluasan kosakata dan pemahaman bahan bacaan, namun hanya pada anak-anak yang mendekati usia prasekolah.

Anak dapat mengembangkan bakat untuk teknologi, yang merupakan keterampilan paling penting saat ini dan terlebih lagi di masa depan. Suka atau tidak, teknologi akan mengambil bagian besar dalam pembelajaran di sekolah nantinya. Wajar untuk anak Anda menjelajahi dunia online di usia dini. Tipsnya, orangtua harus terlebih dulu mencoba segala aplikasi yang terkait dengan anak-anak sebelum mempertimbangkan membolehkan anak untuk memainkannya.

Tidak ada yang dapat menghentikan perkembangan teknologi. Orangtua tidak bisa memberi tahu anak-anak mereka untuk melepaskan gadget mereka, karena mereka pasti akan membutuhkannya saat mereka tumbuh dewasa. Namun, orangtua harus memahami segala manfaat dan risiko di balik layar. Ketika diawasi dan diatur, gadget dapat membantu proses tumbuh kembang di usia yang tepat, tetapi terlalu banyak paparan terhadap teknologi (dan terlalu dini) hanya akan menunda kemampuan belajar anak dan menempatkan beban tambahan pada kesehatan psikologisnya.

Hellosehat

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta