Berdasarkan hal tersebut, kekhawatiran negara-negara berkembang di Asia Pasifik maupun negara-negara sekutu AS di Eropa Barat terhadap batalnya perjanjian INF, harus juga dikaitkan dengan adanya Pentagon’s 2001 Nuclear Posture Review-NPR tadi.

Profesor Chossudovsky juga menginformasikan dalam bukunya bahwa pada 6 Agustus 2003, saat peringatan Hiroshima, yang merupakan hari peringatan dijatuhkannya bom atom pertama di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, ternyata ada sebuah rapat rahasia dan bersifat tertutup di Markas Besar Komando Strategis di Markas Angkatan Udara Offcut di Nebraska.

Rapat ini dikabarkan dihadiri oleh para eksekutif di bidang industri nuklir maupun kompleks industri militer. Lebih dari 150 orang kontraktor militer, ilmuwan dari laboratorium senjata, dan pejabat pemerintah lainnya berkumpul dan rapat di Markas Besar Koando Strategis AS di Omaha, Nebraska itu.

Rapat tertutup tersebut membahas upaya untuk mengatur dan merencanakan kemungkinan terjadinya “perang nuklir berskala maksimum,” dan menggagas diproduksinya generasi baru senjata nuklir. Yang kemudian disebut nuklir mini dan penghancur bunker penembus tanah yang lebih berguna dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir. Demikian bocoran rapat rahasia sebagaimana diinformasikan oleh Prof Chossudovsky.

Sehubungan dengan beberapa simpul penting yang mengemuka dalam seminar terbatas GFI tersebut, maka Indonesia dan negara-negara yang sedang berkembang yang masuk dalam kategori non-nuclear state, kiranya cukup beralasan untuk menaruh kekhawatiran yang cukup besar. Sehingga perlu merumuskan beberapa langkah strategis untuk menangkal peningkatan perlombaan senjata nuklir di Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara (ASEAN).

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin