Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) didampingi sejumlah pejabat Kemenag, mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/1). Lukman Hakim Saifuddin kaget menerima kabar lima fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat condong setuju isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT. Pembahasan LGBT ini masuk dalam Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menag menegaskan LGBT harus ditolak karena bertentangan dengan ajaran agama. AKTUAL/Tino Oktaviano

Pontianak, aktual.com – Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin kembali memastikan pihaknya tidak akan pernah menghilangkan pendidikan agama di setiap jenjang pendidikan.

“Pendidikan Agama adalah mutlak untuk terus dipertahankan dan dikembangkan, karena ini tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keseharian kita,” kata Lukman saat menutup kegiatan STQ Nasional ke XXV di Pontianak, ditulis Minggu (7/7).

Selaku Menteri Agama dirinya ingin menegaskan bahwa pendidikan agama adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bangsa ini, “karena bagi kita mengamalkan ajaran agama hakikatnya adalah wujud dari pengamalan kita sebagai warga negara”.

“Sebaliknya, dalam menunaikan kewajiban kita sebagai negara, hakikatnya adalah bentuk amalan dari ajaran agama yang kita anut,” tuturnya.

Lukman pun menyangkal kabar bahwa sekolah pesantren akan dihapuskan dan diganti menjadi sekolah umum, apalagi berita bohong terkait penghapusan Kementerian Agama.

“Sama sekali tidak benar anggapan bahwa kalau Presiden Jokowi kembali melanjutkan masa jabatan untuk lima tahun ke depan, akan dihilangkan pelajaran agama, akan dihilangkan pesantren menjadi sekolah umum, apalagi akan dihapuskan Kementerian Agama. Itu sama sekali tidak benar,” jelasnya.

Dia menjelaskan Indonesia dengan ideologi dasar Pancasila menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, yang tercermin pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Isu-isu terkait penghapusan pelajaran agama dan ketiadaan kumandang adzan tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, siapapun presidennya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin