Lantas mushaf pribadi milik para sahabat itu dimusnahkan dengan cara dibakar. Hal itu dilakukan untuk menyeragamkan atau standarisasi mushaf sehingga tidak ada perbedaan tulisan Alquran. Tak ada yang mempertentangkan keputusan Utsman.

“Dan bisa juga kita menemukan kalimat atau kertas Alquran yang tercecer, bisa saja orang memusnahkannya untuk menjaga kemurniannya,” kata Yunahar.

Namun dalam perkara bendera tauhid ini, perlu dilihat terlebih dulu apa niat dan latar belakang pelaku membakarnya. MUI tidak bisa menyimpulkan dengan satu hukum saja, boleh atau tidak.

“Karena ini peristiwa tidak terjadi dalam ruang kosong. Kalau dalam ruang kosong nggak akan ada pertanyaan-pertanyaan dan tidak akan menimbulkan kegaduhan,” ucap Yunahar.

Kapolda Jabar Irjen Agung Budi Maryoto menjelaskan maksud dari ketiga pelaku melakukan aksi pembakaran tersebut. “Tadinya mau pada diinjak-injak oleh massa lainnya. Tapi tiga orang ini berinisiatif daripada diinjak-injak, dilakukanlah pembakaran,” kata Agung, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (23/10/2018).

Jangan Merasa Paling NKRI

Sedangkan tokoh Nahdlatul Ulama DKI Jakarta Taufik Damas menyatakan jika tindakan Banser dalam membakar bendera sebagai langkah aksi reaktif menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut dia Banser memiliki panggilan sebagai garda terdepan untuk menjaga Pancasila.

“Kita selalu sensitif dengan kelompok yang berbeda dengan Pancasila. Ansor berkepentingan mempertahankan ideologi Pancasila,” kata Taufik kepada wartawan.

Meski demikian, Taufik mengakui tidak bisa mengukur seberapa besar pengaruh ideologi HTI di masa sekarang. Dia hanya beralasan Banser hanya memastikan jalur Pancasila tetap menjadi dasar di Indonesia, dan bukan ajaran lain.

“Kita tidak bisa mengatakan besar dan kecil. Itu ada potensi membahayakan karena Indonesia kalau Pancasila, diganti berarti merongrong Indonesia,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby