Aktual.com – Lembaga Swadaya Masyarakat dari Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) meminta Presiden Joko Widodo turun tangan membantu warga yang tanahnya diserobot pengembang. Hal ini disampaikan untuk menyikapi sejumlah kasus perampasan tanah di Tangerang Selatan (Tangsel). 
“Walikota Tangsel, gubernur Banten dan Presiden Jokowi untuk dapat mengembalikan tanah rakyat yang dirampas oleh konglomerat secepat-cepatnya.” Demikian tulis siaran pers FKMTI yang diterima, Rabu (6/3). 
Menurut FKMTI, komitmen Jokowi dalam memastikan legalitas tanah rakyat berbanding terbalik kenyataan di lapangan. Masih banyak rakyat yang dipersulit untuk membuat serta memproses sertifikat tanah mereka sendiri.
Sedikitnya ada delapan ahli waris pemilik tanah 7,609 hektare, yang lahannya dikuasai pengembang berdasarkan data yang dirilis FKMTI. Mereka adalah Nasib bin Djimbling seluas 4.000 meter persegi (M-2), Ani Wapan 9.990 M-2, Gupang Djuni 9600 M2, Hajah Zahro 18.000 M2. 
Selain itu, ahli waris Ny Ir Vergawati seluas 5.000 M2, Ali Lugina 2.500 M-2 , Sri Cahyani 2.000 M-2 dan Rusli Wahyudi seluas 25.000 M-2. Bahkan, banyak tanah rakyat yang belum pernah dijual namun dikuasai serta dirampas konglomerat.
“Pemilik tanah belum pernah menjual tanah tersebut kepada siapa pun, seperti halnya tanah Rusli Wahyudi seluas 2,5 Ha sejak 1993, lalu tidak bisa dikuasai karena pengembang mengklaim miliknya.” 
FKMTI menduga ada kongkalikong antara pihak pengembang dengan oknum-oknum birokrat. Dasarnya karena girik No. 913 tahun 1958 persil 36/S,2,5 Ha tanah darat dan 0,5 Ha tanah sawah dinyatakan hilang sehingga terbit sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). 
Padahal, girik yang hilang tersebut telah dibenarkan oleh pihak lurah setempat melalui surat bermaterai. Saat ini di atas tanah 2,5 Ha sudah berdiri puluhan rumah mewah di kawasan Puspita Loka dan Giri Loka, Bumi Serpong Damai (BSD). “Jadi cukup janggal kenapa sertifikat HGB bisa dikeluarkan. Patut diduga ada permainan dari para pejabat terkait.” 
Sebelumnya, LSM FKMTI dan Badan Pembinaan Potensi Keluarga Banten (BPPKB) menggeruduk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Walikota Tangsel, Senin (4/3). Kedatangan mereka dalam rangka mengawal masyarakat Tangsel yang diduga lahannya dirampas pengembang Sinarmas Land. 
Dalam tuntutannya, delapan ahli waris lahan seluas 7,609 hektare itu mendesak BPN dan pemkot mengembalikan hak kepemilikan tanah yang diklaim konglomerat. Termasuk desakan segera mencabut izin pembangunan proyek rumah mewah di atas tanah mereka. 
Kemudian aparat birokrasi dan penegak hukum juga diminta tidak berkolusi menghalang-halangi rakyat yang ingin mendapatkan kembali hak atas tanahnya yang tak pernah dijual. 
Budiman, Pembina FKMTI Jakarta mengatakan pihaknya sudah memberikan data kepada BPN mengenai kepemilikan tanah untuk kemudian ditindaklanjuti. Sementara Walikota Tangsel belum bisa ditemui dengan alasan padat agenda. 
“Pihak BPN akan meneliti keabsahan surat surat tanah dan akan memanggil para camat dan lurah berkaitan lokasi tersebut,” ucap Budiman kepada wartawan usai bertemu dengan pejabat BPN Tangsel. 

Artikel ini ditulis oleh: