Jaksa Agung Prasetyo, mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senaya, Jakarta, Senin (11/9). Raker tersebut membahas tugas dan wewenang Kejaksaan Agung dalam penanganan sejumlah kasus termasuk kerjasama antar lembaga penegak hukum, serta rencana pembentukan Satgas Tipikor oleh Kejaksaan Agung. AKTUAL/Tinon Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Janji Presiden Joko Widodo untuk menghadirkan negara dalam proses penegakan hukum, patut dipertanyakan. Hal ini dilakukan lantaran Jokowi melakukan pembiaran terhadap kinerja Kejaksaan Agung saat ini.

Hal itu terlihat dari empat tahun kinerjanya, Jaksa Agung M Prasetyo hanya mampu menyelamatkan uang negara hingga lebih Rp2 triliun. “Berbeda dengan Chuck Suryosumpeno, jaksa yang dikriminalisasi Prasetyo. Hanya setahun saja dia mampu berkontribusi menyelamatkan keuangan negara Rp3,5 triliun,” kata Haris di Jakarta, Kamis (15/11).

Seharusnya, kata Haris, Jaksa Agung bangga dan merangkul Chuck untuk membangkitkan kinerja penyelamatan keuangan negara dari penanganan kasus-kasus korupsi di Kejaksaan. Bukan justru mengkriminalisasi karena takut kalah prestasinya.

Aroma politis yang diduga dimainkan Prasetyo pun mulai terlihat dari dugaan pelepasan aset tanah hasil barang rampasan di Pondok Indah.

“Maka saya jadi bertanya bagaimana dengan tanah beserta rumah di Pondok Indah Jakarta Selatan yang hingga saat ini statusnya masih Barang Rampasan (karena belum ada putusan pengadilan lagi yang menyatakan lain) kasus Hardieni Soegito telah diduga dilepaskan oleh Loeke Larasati, mantan Kepala PPA Kejaksaan,” kata Haris

Padahal, tanah beserta rumah tersebut sesuai dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk Negara. Namun dikembalikan pada pemiliknya oleh Loeke Larasati mantan Kapus PPA yang menggantikan Chuck Suryosumpeno, saat ini menjabat sebagai Jamdatun.

Ia pun menduga Negara telah dirugikan ratusan milyar rupiah yang dapat dibuktikan melalui nota dinas yang ditandatangani Prasetyo. “Diketahui perbuatan Loeke Larasati ini atas seijin HM. Prasetyo, terbukti dengan adanya nota dinas tertanggal 2 Oktober 2015. Tentu bisa jadi inilah pengemplangan aset Negara yang sebenarnya. Karena berbau uang yang tidak sedikit.

Dari kasus ini saja, kata dia, dapat terlihat jelas motif pemidanaan dilakukan karena Chuck Suryosumpeno dianggap tidak kooperatif terhadap keinginan HM Prasetyo. “Artinya telah terjadi disparitas penegakan hukum di tubuh Kejaksaan Agung R.I. yang dapat diartikan sebagai pengingkaran rasa keadilan,” kata dia.

Haris menambahkan, sebelum kasus ini menjatuhkan elektabilitas Jokowi saat Pemilu, belum terlambat bagi Presiden untuk segera menggusur Prasetyo dari kursi Jaksa Agung. “Jika tetap dibiarkan. Jangan harap elektabilitas Jokowi bisa terdongkrak naik,” ujarnya.

Sementara peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar berpendapat kasus jaksa Chuck ini agak aneh. Kata dia, dimensi politisnya lebih kuat ketimbang penegakan hukumnya. “Saya melihat ada variabel konflik internal dalam kasus ini. Sehingga kemudian terjadi kasus kriminalisasi jaksa Chuck ini,” kata Erwin.

Ia pun meminta Komisi Kejaksaan untuk melakukan investigasi secara mendalam terkait kasus ini. Karena bagaimana pun, lanjut dia, jika ada seorang jaksa senior ditetapkan tersangka oleh lembaganya sendiri, itu agak susah diterima khalayak publik. “Publik pasti melihat hal ini sebagai scope internal. Dan lebih punya dimensi politik daripada dimensi penegak hukum,” ujarnya.

“Karena itu untuk meluruskan kasus ini lebih dalam. Saya minta kepada Komisi Kejaksaan untuk investigasi dan mengumumkan hasilnya ke publik.”

Artikel ini ditulis oleh: