Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini adanya pelanggaran hukum dalam pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keyakinan itu coba diperkuat dengan memanggil ahli dari berbagai aspek.

“Sumber Waras, sudah memanggil 50 orang saksi. Kemudian dilanjutkan permintaan ahli, ahli keuangan, ahli pertanahan dan ahli administrasi. Dan itu masih dalam proses pemeriksaan,” papar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, di kantornya, Jakarta, Jumat (29/4).

Dalam kesempatan kali ini Yuyuk pun menegaskan, pemanggilan terhadap para ahli itu bukan karena ketidakyakinan KPK terhadap hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Justru, sambung dia, keterangan ahli-ahli tersebut untuk memperkuat hasil audit BPK. “Kami membutuhkan untuk memperkuat hasil audit BPK. Kami masih membutuhkan pemaparan ahli,” tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga sudah angkat bicara saat ditanya perkembangan penyelidikan kasus RS Sumber Waras. Kata dia, pihaknya tengah membuat suatu analisa soal aliran uang pengadaan tanah yang memiliki luas 3,6 hektar itu.

“Masih juga buat analisis,” ujar Saut, lewat pesan singkatnya kepada Aktual.com, Senin (25/4).

Ada pula dua ahli hukum yang menjelaskan pemaparannya mengenai subtansi pidana korupsi pengadaan tanah Rp 800 miliar ini. Keduanya, memfokuskan soal aliran keuntungan setelah peralihan hak atas tanah RS Sumber Waras terjadi.

Guru Besar hukum pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita salah satunya. Dia meminta KPK untuk menelurusi kemanakah keuntungan setelah Pemerintah Provinsi DKI membayaran biaya peralihan hak tanah kepada RS Sumber Waras.

“Kalau sekarang masih dikuasai, masalahnya siapa yang rugi? Siapa yang memanfaatkan hasil dari tanah itu? Pasti penjual. Kemana uangnya? Masuk ke negara-kah, karena sudah dilepaskan kepada negara? Atau masuk kantong pribadi-kah? Ini KPK harus telusuri,” papar Romli dalam sebuah diskusi di salah satu stasiun TV swasta, 12 April 2016.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) Choirul Huda, lebih berbicara kearah proses pengadaan, seperti halnya SK Tim Kajian yang dibuat tanggal mundur.

“Informasi yang saya terima, sejumlah dokumen dalam proses pengadaan tanah dimaksud, dibuat setelah Akta pelepasan hak ditandatangan,” ungkap dia, lewat pesan singkatnya, Rabu (20/4).

Hal itu, kata Choirul jadi fakta bahwa ada pelanggaran dalam pengadaan tanah Rp 800 miliar itu. “Jadi, dokumen-dokumen tersebut dibuat backdate, yang menggambarkan adanya perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana korupsi,” terang Choirul.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby