Jakarta, Aktual.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika belum menentukan sikap bagaimana penggunaan frekuensi 2,3GHz yang semula dipakai oleh Internux dan First Media (KBLV), yang izin menggunakan frekuensi dicabut mulai hari ini, Jumat (28/12).

“Akan kami bahas lagi,” kata Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo, Ismail, saat memberikan keterangan pers di Jakarta.

Setelah izin dicabut, hak penggunaan frekuensi radio tersebut sudah kembali pada negara. Peraturan yang berlaku mengizinkan pemerintah untuk melelang frekuensi yang kosong tersebut kepada operator lain.

Ismail menyatakan mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengalokasikan frekuensi tersebut untuk kepentingan masyarakat.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengakhiri izin pengunaan pita frekuensi radio 2,3GHz untuk PT. Internux (Bolt), PT. First Media, Tbk dan PT. Jasnita Telekomindo karena tidak melunasi Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum kepada negara.

Mulai hari ini, Internux dan First Media tidak lagi dapat menggunakan frekuensi 2,3GHz, sementara Jasnita sejak November lalu sudah mengembalikan izin penggunaan frekuensi.

Keputusan pencabutan izin penggunaan pita frekuensi radio untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis Packet Switched yang menggunakan pita frekuensi radio 2,3GHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) PT. Intenux didasari Keputusan Menteri Kominfo nomor 1012 tahun 2018, sementara untuk PT. First Media, Tbk dalam keputusan nomor 1011 tahun 2018.

Pengakhiran izin juga berlaku untuk PT. Jasnita Telekomindo berdasarkan Kepmen Kominfo nomor 1013 tahun 2018. Jasnita pada November lalu, saat kabar tunggakan mencuat, sudah mengembalikan izin penggunaan frekuensi radio 2,3GHz.

Pencabutan izin ini tidak menghilangkan kewajiban ketiga perusahaan tersebut untuk melunasi kewajiban pembayaran BHP mereka. Urusan pembayaran tersebut sudah dialihkan ke Kementerian Keuangan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

First Media dan Bolt masing-masing memiliki tunggakan BHP frekuensi 2,3 GHz senilai Rp364 miliar dan Rp343 miliar, sementara Jasnita disebut menunggak sekitar Rp2,1 miliar.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: