Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo meyampaikan sambutan saat peresemian Klinik Elektronik Laporan Kekayaan Penyelenggaraan Negara (e-LHKPN) di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Program kerjasama DPR dan KPK membentuk klinik e-LHKPN untuk mempermudah anggota DPR mengisi dan memperbaharui LHKPN. Pengisian LHKPN menggunakan system online. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mewacanakan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Negara, dan merupakan lembaga yang bisa menggantikan Ditjen Pajak sebagai solusi memaksimalkan penerimaan negara.

“Pintu masuk pembentukan BPN, bisa melalui UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang saat ini tengah direvisi oleh DPR RI bersama pemerintah,” kata Bambang Soesatyo dalam rilis di Jakarta, Selasa (21/5).

Menurut Bambang, dengan adanya lembaga Badan Penerimaan Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, maka diharapkan dapat memangkas kinerja birokrasi serta menggenjot penerimaan negara.

Ketua DPR RI berpendapat kenaikan pendapatan negara dari sektor perpajakan masih belum maksimal, seperti per April 2019 ini jumlahnya mencapai Rp436,4 triliun atau hanya naik 4,72 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada April 2018.

Sementara untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ternyata mengalami penurunan di mana per April 2019 mencapai Rp94 triliun sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya bisa mencapai Rp110,4 triliun.

“Total penerimaan negara per April 2019 hanya berada di kisaran Rp 530,7 triliun, naik sedikit dibanding periode April 2018 yang mencapai Rp 528,1 triliun,” ungkap politisi Partai Golkar tersebut.

Selain itu, kehadiran BPN juga dianggap bisa mempermudah kinerja DPR RI dalam mengawasi kinerja pemerintah di sektor penerimaan negara, serta mempermudah check and balances di internal pemerintah.

Ia mengingatkan pajak merupakan kunci utama pendapatan negara sehingga bila berada langsung di bawah Presiden maka petugas pajak dinilai tidak bisa main-main karena bila melakukan tindakan yang melanggar hukum, konsekuensinya akan sangat dapat lebih berat.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan penerimaan perpajakan tetap positif untuk mendukung pencapaian target rasio perpajakan (tax ratio) pada 2020 sebesar 11,8-12,4 persen terhadap PDB.

“Kita tentu berharap bahwa kemampuan dalam penerimaan perpajakan kita akan tetap positif,” kata Sri Mulyani usai mengikuti Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Senin (20/5).

Sri Mulyani mengakui penerimaan perpajakan pada triwulan I-2019 menghadapi sejumlah tantangan karena kinerja ekspor maupun impor mengalami perlambatan.

Menurut dia, perlambatan yang terjadi karena tekanan eksternal ini terus diwaspadai pemerintah karena dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Untuk itu, ia memastikan, reformasi perpajakan akan terus merespon perkembangan ekonomi dan mampu mendorong daya saing investasi serta ekspor melalui pemberian insentif fiskal untuk memperbaiki keseimbangan eksternal.

Menkeu mengatakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan dapat mencapai kisaran 2,0-2,5 persen terhadap PDB pada 2020 meski saat ini terjadi ketidakpastian pasar komoditas global.

antara

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan