Petugas melayani konsumen mengisi pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU), Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu (27/1/2018). PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak umum jenis Pertalite sebesar Rp 100 per liter dari harga Rp 7.500 menjadi Rp 7.600 per liter. Kenaikan harga Pertalite menyesuaikan perkembangan harga minyak dunia. Pasalnya, harga BBM jenis ini tidak diatur pemerintah dan murni bisnis dari Pertamina. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sejumlah Badan Usaha di tanah air telah menaikkan harga penjualan BBM Jenis Umum. Khususnya PT. Pertamina (Persero), sejak tanggal 26 Juni telah menyampaikan surat kepada Kementerian ESDM dan tepat pada 1 Juli secara resmi melakukan penyesuaian harga pada produk Pertamax Series dan Dex Series.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengemukakan penyesuaian harga itu merupakan dampak dari gejolak minyak mentah dunia yang terus merangkak naik dimana saat ini harga minyak dunia rata-rata mencapai USD 75 per barel.

“Bahan baku BBM adalah minyak mentah, tentunya ketika harga minyak dunia naik akan diikuti dengan kenaikan harga BBM,” ungkap Adiatma.

Sebagaimana diketahui, konsumsi nasional saat ini dikisaran 1,6 juta Barel Oil Per Day (BOPD), sedangkan produksi BBM nasional hanya sebesar 800 ribu BOPD, artinya Indonesia harus melakukan impor BBM setengah dari konsumsi nasional pada setiap harinya. Praktis dengan kenaikan harga minyak dunia mencapai USD 75 per barel, badan usaha butuh penyesuaian harga untuk tetap melanjutkan operasional.

“Penyesuaian harga ini juga dalam rangka Pertamina tetap bisa bertahan untuk menyediakan BBM dengan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan secara terus menerus sehingga tidak mengganggu konsumen dalam beraktifitas sehari-hari dimanapun,” tambah Adiatma.

Agaknya gejolak harga minyak di pasar dunia yang langsung berimbas kepada gejolak harga BBM di tanah air terlihat bahwa pasar Indonesia berlangsung secara liberal tanpa perlindungan terhadap rakyat, namun Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas N Zubir meminta melihat persoalan ini secara komprehensif. Karena kata Inas, bagaimanapun pemerintah juga harus menjaga kesehatan Badan Usaha agar tetap dapat beroperasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Kita semua sama-sama mengetahui bahwa produksi minyak bumi Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, kita harus impor setengah dari kebutuhan nasional. Negara tetap sebagai regulator untuk mengatur harga BBM, tetapi disisi lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berhak untung untuk melanjutkan usahanya,” Kata Inas.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta