Ilustrasi burung hantu. (AKTUAL/ ISTIMEWA)

Jakarta, Aktual.com – Organisasi peduli burung hantu “The Owl World of Indonesia” menyebutkan burung hantu seharusnya bukan untuk dipelihara karena hewan itu termasuk satwa liar.

Antropolog organisasi itu, Dyah Wara Restiati mengatakan, burung hantu yang diperdagangkan merupakan satwa yang langsung diambil dari alam.

Jika praktik perdagangan ini dibiarkan, jelasnya, dapat mengancam populasi burung hantu di alam liar.

Dia menambahkan kebanyakan pemelihara burung hantu tidak memperhatikan kesejahteraan hewan, misalnya burung hantu Tyto Alba yang memiliki tubuh besar disimpan di dalam kandang yang sempit.

Sering juga kandang dibiar kotor, sehingga dapat membuat burung hantu stress.

“Burung hantu ini hewan yang bersih, kalau tempat tinggalnya kotor maka kakinya bisa kutilan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (16/11).

Burung-burung ini juga kadang dibiarkan bertengger di luar namun dengan kaki terikat sehingga mereka tidak bebas bergerak.

Belum lagi beberapa pemilik memberi makan burung hantu dengan buah-buahan padahal burung hantu adalah karnivora.

“Selama kami melakukan pemantauan, banyak orang yang memilihara untuk dipamerkan saja. Sehingga tak jarang usia burung hantu yang dipelihara hanya beberapa hari saja ditangan para pemelihara,” jelasnya.

Saat dipelihara, burung hantu sebagai hewan nocturnal juga dipaksa untuk bangun pada siang hari oleh pemiliknya. Hal itu dapat menyebabkan stress pada hewan.

Dia mengatakan jenis burung hantu yang banyak dijual-belik adalah Celepuk Reban karena harganya murah yaitu sekitar Rp50 ribu untuk satu ekor.

Perdagangan burung hantu pun banyak dilakukan secara daring, biasanya burung hantu yang dibeli akan dimasukkan ke dalam kardus oleh penjual dan dikirim lewat bus atau kendaraan umum lainnya.

Saat ini diperkirakan ada 54 jenis burung hantu di Indonesia, di mana 16 jenis telah masuk daftar hewan dilindungi.

“Kami harap burung hantu yang tidak masuk daftar hewan dilindungi tetap menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Jangan sampai hewan tersebut punah,” lanjut dia.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan