TKI asal Majalengka, Jawa Barat, Tuti Tursilawati dieksekusi mati di Arab Saudi pada Senin (29/10) lalu. (AKTUAL/ ISTIMEWA)

Jakarta, Aktual.com – Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menyebut eksekusi mati terhadap Tuti Tursilawati sebagai momentum Indonesia dan Arab Saudi menjajaki perjanjian pemberitahuan kekonsuleran (mandatory consular notification/MCN).

Menlu RI Retno Marsudi telah menyampaikan protes kepada pemerintah Arab Saudi, yang melaksanakan eksekusi mati terhadap Tuti tanpa memberi notifikasi terlebih dahulu kepada perwakilan RI di Saudi.

“Protes ibu Menlu dalam kasus Tuti ini satu paket dengan usulan beliau untuk membuat perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan Arab Saudi,” kata Iqbal di Jakarta, Rabu (31/10) malam.

Usulan tersebut telah dibahas dalam pertemuan Menlu Retno dan Menlu Arab Saudi Adel Al Jubeir di Jakarta, 23 Oktober lalu.

Menurut Iqbal, pihak Arab Saudi masih akan mempertimbangkan usulan pembuatan perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan Indonesia.

Karena itu, diharapkan protes pemerintah Indonesia atas pelaksanaan eksekusi mati terhadap Tuti dapat menjadi momentum agar pemerintah Saudi mempertimbangkan lebih serius usulan Indonesia untuk membuat perjanjian tersebut.

Hukum Arab Saudi tidak mengatur kewajiban memberikan notifikasi kepada pemerintah asing yang warga negaranya terlibat perkara hukum di Saudi.

Namun, notifikasi ini dinilai penting dilakukan oleh negara beradab di seluruh dunia menurut Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran.

Selain itu, Indonesia sangat mengutamakan notifikasi agar dapat segera memberikan pendampingan bagi WNI yang terlibat masalah hukum di luar negeri.

Untuk kasus Tuti dan terpidana mati lainnya, notifikasi sebelum pelaksanaan eksekusi dibutuhkan untuk mempersiapkan mental keluarga terpidana.

Protes Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, tercatat empat WNI telah dieksekusi mati di Arab Saudi.

Untuk dua WNI yang dieksekusi pada 2015, Indonesia melayangkan protes keras karena sama sekali tidak diberi notifikasi oleh Arab Saudi, baik sebelum atau sesudah pelaksanaan eksekusi.

Sementara untuk dua kasus terakhir dengan terpidana Muhammad Zaini Misrin Arsad dan Tuti Tursilawati, pemerintah Indonesia menerima notifikasi pada hari yang sama setelah eksekusi dilaksanakan.

Ini menunjukkan bahwa protes dan tekanan persisten Indonesia terbukti efektif untuk perlahan-lahan mengubah kebijakan hukum Arab Saudi.

“Saya rasa (Arab Saudi) butuh momentum untuk melakukan perubahan internal,” ucap Iqbal.

Menjajaki perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan Indonesia disebut Iqbal akan menjadi proses konsolidasi internal yang cukup sulit di internal pemerintah Saudi yang sampai saat ini belum memiliki perjanjian serupa dengan negara mana pun.

Sementara Indonesia sudah memiliki perjanjian pemberitahuan kekonsuleran dengan tiga negara yaitu Australia, Brunei Darussalam, dan Filipina.

“Ketika pertama kali Indonesia menandatangani perjanjian ini juga susah karena harus berkoordinasi dengan seluruh penegak hukum, tetapi ketika sudah jadi dan jalan ya tinggal mereplikasi saja. Arab Saudi juga begitu, karena ini penjajakan yang pertama maka akan sulit buat mereka,” tutur Iqbal.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan