Judin sendiri sangat menyayangkan kebijakan impor beras yang diputuskan pemerintah pada Januari lalu. Ia mengatakan, pemerintah takkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani jika terus mengutamakan impor.

Petani, lanjutnya, sangat mendambakan harga gabah bagus yang sayangnya hingga kini belum terpenuhi. Arus balik yang begitu cepat terkait harga beras dalam beberapa bulan terakhir pun membuat petani terpukul dibuatnya.

Tidak hanya hitungan hari, harga gabah pun disebutnya merosot dalam hitungan jam. Padahal, proses untuk memanen padi saja membutuhkan waktu hingga berhari-hari.

“Prosesnya (memanen) kan lama, dari ngarit padi lalu jemur, belum lagi cuaca juga lagi sering hujan, jadi enggak mungkin 2 hari kering gabahnya.  Nah kalau di sini, bukan per hari lagi turunnya, tapi hitungan jam saja, setiap 2-3 jam bisa beda harganya,” terangnya.

Para petani, lanjutnya, tak berdaya menghadapi merosotnya harga gabah akibat masuknya beras impor.

Ia pun berharap pemerintah lebih bijak dalam menentukan kebijakan impor beras. Kalaupun tidak dapat mewujudkan swasembada beras, jelas Judin, akan lebih baik jika pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan impor yang berbarengan dengan masa panen.

Ia mengungkapkan, panen yang berdekatan dengan panen raya hanya akan membuat para petani merana karena tidak mendapatkan harga yang bagus di saat panen. Menurutnya, akan lebih bagus jika impor dilakukan paling tidak dua bulan sebelum masa panen.

“Kalau impor (berbarengan masa panen), otomatis gabah jadi murah. Entah itu permainan tengkulak atau bos besar, kita juga engggak tahu. Yang jelas kalau musim panen, harga gabah di desa pasti murah,” kata Judin.

Pemerintah pun disebutnya tidak konsisten dalam urusan pangan. Di satu sisi, pemerintah memberikan bantuan berupa subsidi benih dan pupuk, tetapi di sisi lain justru membuka keran impor beras sehingga harga gabah pun jatuh.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby