Kiri-kanan ; Dir LSO Hukum PP KAMMI Irawan Malebra, PWYP Indonesia Meliana Lumbatoruan, Dewan Pembina Serikat Pekerja SKK Migas Elan Biantoro, Dir LSO Energi PP KAMMI Barri Pratama saat menjadi pembicara diskusi Migas di Jakarta, Kamis (26/10/2017). Diskusi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI ) dalam tema " Mengentaskan Revisi Undang-Undang Migas Untuk Kesejahteraan Masyarakat". AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Jamuan meja makan yang sempat viral antara Presiden dengan para Ketua Umum Partai ini cukup menarik. Dari foto yang beredar tampak Jokowi tengah menjamu keenam Ketum di Istana Bogor, hadir diantaranya, Megawati Soekarnoputri (PDI Perjuangan), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), Surya Paloh (Nasdem), Oesman Sapta Odang (Hanura) dan M Romahurmuziy atau Romi (PPP).

Pertemuan yang kemudian disebut dengan Jamuan Rendang Koalisi ini terjadi saat harga telor ayam sedang “memuncak”. Memang istilah tersebut keluar dari pernyataan Romahurmuziy (sapaan Romi) Ketua Umum PPP saat ditanya awak media, itu pun dilontarkan lantaran menu makan malam yang disediakan Presiden kepada para Ketua Umum Partai Politik adalah Rendang.

“Yang pasti makan malamnya dengan menu spesial yang disebut “rendang koalisi,” tutur Romi.

Santapan malam tersebut tentunya se-“sedap” bahasan pertemuan yang ada, tidak lain persiapan menjelang pendaftaran Capres Cawapres 2019, khususnya membahas Cawapres.

Setelah jamuan “Koalisi Rendang” awak media lantas meminta keterangan setiap Ketum Parpol. Jawaban setiap Ketum cukup kompak meski gesture tidak bisa disembunyikan. Bahwa Presiden telah memiliki pilihan memanglah benar adanya, hanya untuk siapa nama yang dipilih Jokowi nampaknya para Ketum tidak semua mengetahui, apalagi menyepakati. Wajar saja jika SBY memiliki pandangan tersendiri hingga akhirnya banyak komentar (sebut saja: Romi, Ngabalin, Hasto, dan sederet cebong lainnya) menusuk padanya bahkan melaporkan SBY ke Komnas HAM. Cukup menjadi pertanyaan dan menarik untuk dipertanyakan, mengapa langkah-langkah panik tersebut bermunculan?

SBY memiliki pendapat sendiri terkait Koalisi Rendang. Bahwa seharusnya untuk diukur solidnya koalisi Jokowi itu akan ditentukan saat Jokowi menentukan siapa Cawapresnya. “Kemungkinan Parpol meninggalkan Jokowi karena tidak cocok Cawapresnya, ya _anything can happen_,” Paparnya.

Tampak SBY bukanlah pemain kampungan. Dia mundur sejak awal dari Koalisi Jokowi karena sudah membaca bahwa kesempatan AHY menjadi Cawapres Jokowi sangatlah tipis. Mempertahankan visi dan misi organisasi Demokrat yang diperjuangkan SBY nampaknya jauh hingga pada persiapan pertarungan “The Next G” 2024. Lantas jika 2019 tidak turut memainkan peran, maka organisasi yang selama ini dikomandoi SBY akan semakin tenggelam setelah 2014 juga tidak mengambil peran “sama sekali”.

Kembali kepada “Koalisi Rendang” yang dikatakan solid tadi. Bahwa potensi perpecahan sangatlah mungkin terjadi. Sebenarnya hanya sedikit Ketum Parpol yang serius mengusung Jokowi, sisanya melihat siapa Cawapres pendamping Jokowi. Terhitung Nasdem, Hanura, dan PPP yang tampaknya paling setia, sisanya masih sangat mungkin pecah koalisi.

Cak Imin misalnya, Airlangga atau Mega sekalipun. Jika SBY sudah berfikir pada pertarungan _the next generation_ sangat disayangkan jika Mega terlewat mempersiapkan hal serupa. Benar adanya pernyataan SBY bersinggungan pada kepentingan Mega, jelas Mega tidak akan memberikan dengan mudah tiket Cawapres Jokowi kepada AHY karena Mega sendiri pun kesulitan mendorong _the next generation_ nya, Puan.

Jelas sudah nasib koalisi rendang belum tentu selezat namanya. Jadi jika kemudian menjelang penutupan pendaftaran 10 Agustus 2018 tidak hanya dua pasang, hal tersebut masih sangat mungkin terjadi. Koalisi tersebut sebenarnya bak telor ayam kini, lagi mahal-mahalnya keliatan tapi rentan pecah.

Oleh: Barri Pratama (Wakil Ketua Umum PP KAMMI 2017-2019)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta