Perspektif Ekonom dan Tantangan Global

Robert Z Lawrence  dari Harvard Kennedy School and Peterson Institute for International Economics mengungkapkan globalisasi dan perubahan teknologi memberikan kesempatan pertumbuhan dan standar hidup yang lebih tinggi. Akan tetapi ketidakseimbangan perdagangan global memaksa sebagian negara melakukan proteksionisme. Bagi Indonesia, perkembangan global tersebut memperlemah prospek ekonomi khususnya dari komoditas tapi memberikan kesempatan kenaikan ekonomi melalui diversifikasi ekspor dan keterlibatan lebih kuat dalam Global Value Chain (GVC). Kesempatan tersebut bisa diraih oleh Indonesia melalui perbaikan dalam pendidikan dan pelatihan serta perlindungan sosial dalam ketenagakerjaan.

John Hawksworth dari PricewaterhouseCoopers (PWC UK) memproyeksikan ekonomi global akan naik dua kali lipat pada tahun 2050 dengan asumsi kebijakan yang pro pertumbuhan dan tidak adanya bencana alam besar. Perekonomian negara berkembang masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi global. Vietnam, India dan Indonesia akan menjadi tiga negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Untuk merealisaikan hal tersebut, pemerintah harus melakukan reformasi struktural untuk memperbaiki stabilitas makroekonomi, beradaptasi dengan teknologi baru, mendiversifikasi ekonomi dan mengurangi kesenjangan.

“Akan ada peralihan pekerjaan di sektor pertanian dan sebagian sektor manufaktur namun akan diimbangi dengan penciptaan pekerjaan di sektor jasa dan manufaktur teknologi tinggi bila negara berinvestasi di artificial intelligence (AI) dan robotika,” jelasnya.

Rathin Roy (Director of National Institute of Public Finance and Policy, India) mengungkapkan pembangunan dari perspektif India sebagai negara yang memiliki pendapatan per kapita relatif rendah, tingkat ekspor relatif kecil, memiliki keterbatasan dalam kelembagaan, khususnya dalam mengeksekusi kebijakan yang akan ditempuh. Dengan jumlah penduduk yang besar, saat ini India mengalami tantangan berupa beban CAD (current account deficit) yang besar sebagai akibat target pertumbuhan ekonomi yang memerlukan aliran dana luar negeri.

“Strategi pembangunan di India memunculkan pilihan kebijakan, apakah meningkatkan produksi dalam negeri untuk subtitusi impor, menggiatkan ekspor guna membiayai kebutuhan impor, atau mengurangi impor. Pada saat rupee terdepresiasi ternyata tidak diikuti dengan peningkatan ekspor. Di samping itu, sejumlah komoditas impor inelastis. Pemerintah India perlu fokus pada belanja publik yang meningkatkan produktivitas seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan,” tambahnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pada tahun 2045 (100 tahun merdeka) Indonesia akan menjadi negara maju ditopang oleh bonus demografi, usia produktif, urbanisasi, jumlah kelas menengah, dan sektor jasa yang lebih produktif. Namun demikian, Indonesia membutuhkan infrastruktur, sumber daya manusia, teknologi, perencanaan wilayah, sumber daya ekonomi dan keuangan, stabilitas makro dan politik, serta kepastian hukum. Selama ini Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan di atas 5 persen dengan kualitas pertumbuhan yang semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh turunnya kemiskinan, rasio gini, dan pengangguran.

“Namun demikian, masih terdapat sejumlah tantangan antara lain gejala deindustrialisasi, ketergantungan pada komoditas, industri yang terkonsentrasi di Jawa, masalah kualitas tenaga kerja, dan kemampuan adaptasi teknologi,” jelasnya.

Next, Membandingkan China dan Indonesia

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka