Ekonom senior Dr Rizal Ramli bersama Ketua Umum Konfederasi Sarikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat memberikan keterangan pers mengenai solusi terhadap salah urus tata kelola BPJS di Jalan Tebet Barat Dalam IV, Jakarta Selatan, Rabu (14/11/2018). Menanggapi masalah yang terjadi pada BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini menjadi sorotan publik. Rizal menjelaskan, bahwa tak heran jika akhirnya Indonesia saat ini mengalami defisit. Menurutnya, jauh sebelumnya sejumlah negara eropa telah melakukan Social Security Sistem (Sistem Jaminan Sosial) terhadap warga negaranya. UU BPJS 2014 dimulai dengan pembiayaan yang tidak memadai (underfunded) dari pemerintah. Diketahui, BPJS Kesehatan disebut mengalami defisit. Masalah ini dipicu kecilnya iuran peserta yang diterima dibandingkan biaya layanan jaminan kesehatan yang dibayarkan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom senior Rizal Ramli justeru meresa kecewa karena saham PT Freeport Indonesia sebanyak 51,2 persen sudah beralih ke Indonesia melalui PT Inalum. Dirinya pun mengenang masa 3 tahun silam, saat masih menjadi Menko Kemaritiman, sebenarnya sudah pernah memberikan masukannya secara pribadi terkait Freeport ini kepada Jokowi.

“Yang pertama adalah saya menyarankan kepada Presiden Jokowi agar tidak memperpanjang kontrak Freeport,” kata pria yang juga pernah menjadi Menko Perekonomian di era Gus Dur tahun 2000-2001 dalam siaran persnya, Sabtu (22/12).

Kontrak Karya Freeport (tahap II) tahun 1991 ini, kata dia, cacat hukum, karena ada indikasi penyogokan pejabat pemerintah Indonesia saat itu, berinisial GK. Karena Kontrak Karya tersebut cacat hukum, maka tidak ada lagi “sanctity of contract” (kesucian kontrak).

Kata dia, tidak ada kewajiban untuk menyetujui perpanjangan kontrak Freeport 2×10 tahun sampai 2041. Belum lagi, menurutnya, Freeport melakukan banyak wanprestasi: kerusakan lingkungan, jadwal divestasi dan pembangunan smelter yang terus diundur, serta track record sebagai penyogok pejabat Indonesia.

“Masukan saya yang kedua kepada Jokowi adalah lebih baik Indonesia membeli saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia,” ungkap ekonom yang pernah menjadi Panel Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama tiga orang peraih Nobel Ekonomi ini.

Pada akhir tahun 2015 dan awal 2016, sebagai imbas dari perbedaan pendapat tentang kepastian perpanjangan kontrak Freeport antara Menko Kemaritiman Rizal Ramli dengan koleganya di Kabinet, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, harga saham Freeport McMoran (FCX) terjun bebas di Bursa Saham New York. Kapitalisasi pasar, atau nilai dari 100% saham, Freeport McMoran (FCX) sempat dihargai sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 69 triliun dengan kurs Rupiah saat itu.

Artinya, bila tiga tahun yang lalu Presiden Jokowi menuruti masukan Rizal Ramli, dengan nilai yang telah dikeluarkan saat ini sebesar Rp 55,8 triliun, Indonesia dapat memiliki 80% saham Freeport McMoran (FCX), induk dari PT Freeport Indonesia. Jauh lebih menguntungkan daripada hanya sekedar memiliki 51,8% saham PT Freeport Indonesia saat ini bukan?