Sektor Perdagangan

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Kementerian Perdagangan fokus untuk menaikkan ekspor dengan melakukan beberapa langkah strategis, yaitu dengan memfokuskan kembali ekspor dari produk primer ke produk industri atau olahan dan diversifikasi produk ekspor, menjalin perjanjian perdagangan dengan negara mitra dagang baru, meningkatkan ekspor jasa dan ekonomi kreatif, mempromosikan produk-produk ekspor melalui Trade Expo Indonesia, forum bisnis, dan misi dagang.

Guna memperluas akses pasar, Indonesia tengah melaksanakan perundingan Indonesia–EU CEPA dan perundingan bilateral dengan EFTA, Tunisia, Maroko, Mozambik, serta negara-negara nontradisional lainnya. Selain itu, Kemendag juga tengah melakukan perundingan ASEAN+6 atau dikenal dengan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) yang terdiri atas 10 negara ASEAN beserta China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Dalam setiap pembahasan perjanjian perdagangan, Kemendag melibatkan pengusaha, membuat bisnis forum, lalu one on one bisnis matching.

“Kita meminta negara mitra juga hadir. Hasil misi dagang Indonesia dari januari hingga Oktober 2018 mencapai 10,02 miliar USD. Perjanjian yang sedang berlangsung perjanjian perdagangan ada 8, yang masih direview ada 3, ditambah yang sudah dilakukan inisiasi, jadi total ada 13 perjanjian perdagangan,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS yang diolah Kemendag, secara kumulatif ekspor nonmigas Januari–Juli 2018 mencapai USD 94,21 miliar. Nilai ini tumbuh 11,1% dibanding periode yang sama tahun 2017 (YoY) yang sebesar USD 84,83 miliar. Sedangkan nilai ekspor dari tahun 2016 hingga 2018, produk tambang dan logam menjadi penyumbang ekspor terbesar (Inalum dan Krakatau steel) mencapai USD5,9 miliar. Urutan kedua yaitu ekspor BBM, Migas dan Pupuk mencapai USD4,6 miliar disokong PT Pertamina grup dan PT Pupuk Indonesia Holding. Perkebunan melalui PTPN III Holding menyumbang nilai ekspor USD701 juta, sedangkan yang terkecil adalah produk semen sekitar USD215 juta.

Upaya peningkatan ekspor ini terus dilakukan karena selain investasi, ekspor juga merupakan salah satu kunci pertumbuhan ekonomi. “Sesuai dengan amanat Presiden RI Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi nasional hingga tiga tahun mendatang ditargetkan sebesar 5,4%. Target ini bisa tercapai jika didukung oleh peningkatan ekspor dan investasi. Sedangkan Kemendag menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11% di tahun 2018. Pencapaian kinerja ekspor tersebut memperkuat optimisme pencapaian target pertumbuhan ekspor nonmigas 11% tahun ini,” ujar Mendag Enggartiasto.

Senada dengan Mendag, Menteri Perindustrian Airlangga menyampaikan bahwa peringkat nilai tambah industri (MVA Index) Indonesia menjadi nomor 9 (2018), dibanding nomor 14 (tahun 2014). Rata-rata pertumbuhan industri 4,9%, makanan minuman tumbuh 9%, sektor industri 20,8%, kimia 2,9%. Barang logam, elektronik dan tekstil menjadi kontribusi tertinggi untuk pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan jumlah ekspor mencapai USD63,01 miliar dengan peningkatan jumlah tenaga kerja industri sebesar 17,92% di 2018. “Kalau bicara jumlah populasi, industri besar dan sedang meningkat 30.992 di tahun 2017,” tutur Airlangga.

Sementara terkait investasi sektor. Sesuai dengan yang diprioritaskan, maka makanan dan minuman Rp29,14 triliun, kimia Rp28,97 triliun, barang logam, computer, barang elektronik, mesin sebesar 18,89%.

“Untuk program link and match kita melakukan kerja sama dengan 608 industri, kemudin program industri layanan sentris sudah dibuka kawasan indusrtri, mulai dari Dumai, Banten, kemudian Kendal,” jelas Airlangga.

 

Sektor Infrastruktur

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan selama empat tahun terakhir, pemerintah telah mengalihkan anggaran yang sebelumnya digunakan untuk subsidi kepada belanja produktif, salah satunya adalah pembangunan infrastruktur. Langkah ini diambil untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia, sekaligus pemerataan akses di Tanah Air.

“Apa yang sudah kita lakukan sekarang ini telah men-support daya saing walaupun kecil, dari peringkat 47 ke 45. Jadi walaupun infrastruktur sudah fokus besar-besaran, masih saja tetap kurang. Padahal kita ingin minimal mencapai nomor 40 (peringkat) daya saing ini,” kata Basuki.

Pada sisi konektivitas, selama empat tahun terakhir pemerintah telah membangun jalan nasional sepanjang 3.432 km dan jalan tol sepanjang 941 km. Khusus untuk jalan tol, pencapaian selama empat tahun ini sudah melebihi pencapaian pemerintahan dari sebelum tahun 2014 yang hanya sepanjang 780 km. Kemudian pemerintah juga telah membangun jembatan sepanjang 39,8 km dan jembatan gantung sebanyak 134 unit yang menghubungakan antardesa di seluruh Indonesia.

Paparan PUPR (Dok FMB9)
Paparan PUPR (Dok FMB9)

“Jembatan gantung ini untuk menggantikan jembatan indiana jones, supaya anak-anak sekolah aman dan produksi pertanian dari desa-desa lancar. Sampai tahun 2018 ini sudah terbangun 134 jembatan gantung, dan ditargetkan ditambah lagi 166 jembatan gantung di tahun 2019,” imbuhnya.

Sementara guna mendukung ketahanan pangan, pemerintah saat ini tengah membangun 65 bendungan dan irigasi, di mana hingga 2018 telah rampung 17 proyek. Sebab, menurut Menteri Basuki, nawacita ketahanan pangan tidak dapat dicapai tanpa adanya ketahanan air.

“Kalau di NTB dan NTT mau maju ya harus air, air, air. Di NTT dibangun tujuh bendungan dan sudah rampung dua. Selain bendungan, kita juga bangun embung-embung kecil yang dibutuhkan untuk peternakan dan holtikultura. Hingga 2018 telah terbangun 949 embung,” tambahnya.

Sedangkan di sisi pemerataan pembangunan, pemerintah juga tak lupa membangun jalan di perbatasan Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Di perbatasan kalimantan, total 1.692 km jalan sudah ditembus dengan sisa yang belum tembus sekitar 200 km. Kemudian di NTT sudah tembus semua sepanjang 1.762 km dan di Papua yang sudah tembus sepanjang 909 km dengan sisa yang belum tembus 198 km.

Selain jalan, di perbatasan juga dibangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) guna menumbuhkan kegiatan ekonomi. Setidaknya saat ini sudah ada tujuh PLBN, yakni PLBN Wini, Motamasin, dan Motaain di NTT, PLBN Skouw di Papua, dan PLBN Entikong, Badau, dan Aruk di Kalimantan Barat.

“Tiap ada PLBN, pasti ada pembangunan pasar, karena kita tidak ingin gagah-gagahan saja, tapi juga menciptakan kegiatan ekonomi di perbatasan. Dulu orang ke perbatasan bawa mobil buka lapak. Sekarang sudah ada pasarnya. Di Skouw itu perdagangannya emas lho, jangan salah, bukan hanya jajanan,” jelasnya.

Next: Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka