Suara Kementerian ESDM Tidak Bulat
Tuntutan PLN agar pemerintah menetapkan DMO Gas seakan diamini oleh Direktur Jendral (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Someng. Dia berharap usulan itu dapat segera terealisasi.

“Sudah diusulkan (PLN), bahkan RDP PLN dengan komisi VII DPR memasukkan usulan DMO dalam catatan kesimpulan rapat,” kata Andy.

Kemudian Andy merasa bahwa menteri ESDM, Ignasius Jonan juga mendukung usulan itu, namun dia tidak bersedia mengungkapkan penghalang usulan itu hingga terkatung-katung tak kunjung direaliasi.

Andy menegaskan, tidak ada alasan bagi produsen gas untuk menolak DMO gas, karena dirasa sudah sesuai dengan peraturan peundang-undangan.

“Ingat dong UU Migas, UU Energi, kan isinya DMO. Nanti kita bahas dengan SKK Migas. Sekarang mereka sudah tahu hasil Panja (Panitia Kerja) DPR,”

Lebih lanjut menurut Andy, sebaiknya produsen gas tidak merespon secara belebihan karena telah ada berbagai mekanisme yang mengatur agar industri hulu tetap mendapatkan keuntungan.

“Industri tetap jalan karena itu masalah investasi, tenaga kerja, nah trade off-nya dimana? Artinya di industri migas ada gross split, ada yang lama cost recovery, ada split. ya mungkin saja yang biasa diatur kaitannya dengan split,” kata Andy.

Sebenarnya papar Andy, untuk saat ini sudah ada aturan yang mengatur harga gas untuk pembangkit listrik, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Dalam beleid tertulis bahwa PLN atau Badan Usaha Pembangkit Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas bumi melalui pipa di plant gate dengan harga paling tinggi 14,5% dari Indonesia Crude Price (ICP).

Apabila harga gas ditetapkan berdasarkan aturan tersebut dengan ICP Oktober sebesar USD 77,56 per barel maka 14,5% dari ICP adalah USD 11,24 per mmbtu. Harga tersebut jauh dari harapan PLN yang bisa menyerap gas dengan harga di kisaran USD 6 per mmbtu di plant gate atau titik serah gas. Karena itu Andy merasa perlu ada kebijakan baru untuk mengurangi beban bagi PLN.

“Kan itu di dalam konstitusi pasal 33 sumber daya itu diperuntukkan buat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  Padahal itu kan hasil rapim antara PLN dengan DPR, ada panja. PLN meminta supaya itu plant gate USD 6 per mmbtu. Kalau kami sebagai regulator ingin supaya jangan sampai masyarakat terbebani dengan harga listrik yang tinggi. BUMN juga tidak terbebani, jadi semua harus sehat,” pungkas dia.

Namun PLN dan Dirjen Gatrik agaknya harus ‘menelan ludah’ dan memutar otak untuk mencari cara lain, pasalnya keinginan mereka tidak berjalan mulus. Pada saat rapat revisi RUPTL, persoalan usulan DMO Gas tidak diakomodir untuk dibahas.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengatakan belum ada rencana untuk menetapkan DMO gas bagi pembangkit. Arcandra menegaskan, harga gas bagi pembangkit masih tetap menggunakan regulasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik.

Dalam beleid tertulis bahwa PT PLN (Persero) atau Badan Usaha Pembangkit Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas bumi melalui pipa di plant gate dengan harga paling tinggi 14,5% dari Indonesia Crude Price (ICP).

“Sesuai Permen 45 Tahun 2017. Tidak ada revisi, permen tetap, sebesar 8% dari ICP di wellhead dan 14,5% sampai plant gate,” kata Arcandra.

Arcandra tidak mau membeberkan lebih jauh apakah usulan wacana harga gas sudah disampaikan PLN kepada pemerintah atau tidak. Pemerintah tetap pada keputusannya yakni tidak ada perubahan mekanisme harga gas pembangkit listrik.

“Tetap dengan harga yang ada di permen,” tukasnya.

[pdfjs-viewer url=”https%3A%2F%2Fwww.aktual.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F11%2FDMO-Gas-Perlukah-untuk-Ketahanan-Energi_AktualCom-27-11-2018.pdf” viewer_width=100% viewer_height=1360px fullscreen=true download=true print=true]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta