Jakarta, Aktual.com — Pemerintah mengakui, tren penurunan dan bertahannya  harga minyak dunia di level USD30 per barel dikhawatirkan akan mengancam perusahaan migas khususnya di sektor hulu. Pasalnya, Indonesia selain sebagai negara dengan tingkat ketergantungan konsumen pada kebutuhan minyak yang sangat tinggi, Indonesia juga menjadi bagian dari negara produsen minyak.

Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), IGN Wiratmaja Puja mengungkapkan, dengan posisi Indonesia dengan dua sisi sebagai konsumen dan produsen, tentunya penurunan harga minyak dunia akan berimplikasi pada kesulitan di industri hulu.

“Ini tentu yang tidak kita inginkan, negara kita kan berada di dua sisi, selain konsumen kita juga produsen di sektor minyak. Makanya kita harus jaga keseimbangan. Harga minyak rendah akan mengancam industri hulu,” papar Wiratmaja Puja, ditulis Selasa (23/2).

Apalagi, di industri hulu banyak melibatkan pekerja dan industri penunjang. Sehingga ketika harga minyak terlalu rendah akan berimplikasi pada tidak mampunya sektor industri hulu bergerak.

Wiratjmaja mengakui, memang ditengah rendahnya harga minyak dunia  menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah dalam menyikapi industri di sektor hulu. Ketidakmampuan industri hulu untuk bergerak karena kesulitan akibat rendahnya harga minyak dunia saat ini tentunya akan berefek pada aktifitas perusahaan, yang tentunya berimbas pada produktifitas tenaga kerja.

“Ini yang kita jaga dan terus diskusikan selama ini dengan pemerintah dan perusahaan di hulu. Kita berharap tidak ada PHK besar-besaran akibat rendahnya harga minyak dunia saat ini,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan