Pengamat Ekonomi Politik Faisal Basri.

Denpasar, Aktual.com – Pengamat ekonomi Faisal Basri, turut mengomentari kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang memperlonggar masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. Faisal menyebut kebijakan ini adalah sebuah ironi, sebab demi investasi, pemerintah rela mengobral peluang kerja yang mestinya dinikmati anak-anak bangsa.

“Ini kan ekses ya. Intinya kita kan mengobral. Demi investasi semua kita buka. Dan nyatanya sebagian besar yang datang buruh kasar. Jadi salah pemerintah sendiri. Tidak ada masalah dengan negara lain kecuali China,” kata Faisal Basri di sela pertemuan Asia Pasifik Media Forum (APMF) 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/5).

Ia mengakui sebelumnya, pemerintah pernah bekerjasama dengan tenaga kerja asal China. Sebut saja dalam hal pembangkit listrik di Riau, Sumatera. Hanya saja, bedanya dulu tenaga kerja asal China itu kembali ke negara asalnya begitu pekerjaan selesai. Saat ini, mereka bisa tinggal lama bahkan berganti-ganti orang.

“Kalau sekarang mereka memanfaatkan fasilitas bebas visa, sehingga mereka rotasi,” papar dia.

Faisal mengaku belum lama ini mengunjungi Kendari. Dalam kunjungannya itu, kata Faisal, ada mobilitas warga asal China di Kendari. “Di bandara sana memang ada pesawat Sriwijaya Air pukul 03.00 pagi dan pukul 06.00 pagi itu Lion Air. Isinya rata-rata separuh mereka (WNA China). Jadi ironis, karena kita mengobral,” tuturnya.

Menurut dia, tak sedikit pelanggaran terjadi dari keberadaan TKA asal China itu. Pelanggaran-pelanggaran itu bahkan amat nyata di depan mata. Sialnya, kata Faisal, hal itu justru dibiarkan. “Bahasa Indonesia tidak bisa mereka itu. Jadi apa yang didapat Republik ini?” ujarnya.

Ia mencontohkan asumsi nilai tambah dari kehadiran mereka seperti dikatakan pemerintah dengan analogi pembangunan smelter oleh perusahaan tambang. “Kita bangun smelter itu tujuannya meningkatkan nilai tambah. Nilai tambah itu apa? Yakni output, minus input. Antara nilai tambah itu isinya apa saja? Ada upah, modal, laba dan lainnya. Upahnya mereka yang menikmati. Lalu modalnya lari ke mereka juga. Laba juga begitu lari ke mereka juga (China),” papar dia.

“Jadi apa yang didapat Republik ini? Hanya sewa tanah saja. Ini kebijakan apaan begini. Sekalian saja sewakan kayak Hong Kong ke Inggris biar jelas. Silakan suka-suka di sana. Sewanya bayar di muka biar bisa buat bayar utang. Parah. Tidak jelas visinya nilai tambah. Ke mereka semua kok larinya. Industri kita juga tidak mendapatkan keuntungan apapun. Dia numpang lahan saja. Nikel tadinya dia ekspor sekarang dia mengolah langsung di sini di bawa ke China. Apa bedanya. Industri kita tidak berkembang, nilai tambah tidak ada,” tambah Faisal.

Faisal menduga kebijakan itu hanya dinikmati oleh segelintir anak negeri yang memang memiliki akses kerja sama dengan China. “Paling yang kerja sama kroni-kroni mereka. Luhut (Binsar Panjaitan, Menkomaritim) ada di situ, kan. Apa yang Anda harapkan dari pejabat seperti itu, jual negerinya. Yang untung dia doang. Coba selidiki siapa di belakang itu semua, sehingga mereka tutup mata dengan pelanggaran itu. Masak dibandingkan jumlah TKI Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan yang ratusan ribu yang ada di Indonesia. Cara berfikirnya tuh bagaimana. Mengerikan. Pejabat semua di belakangnya,” tutup Faisal.

 

Bobby Andalan/Bali

Artikel ini ditulis oleh: