Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kiri) menyapa wartawan saat menunggang kuda di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Senin (31/10). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi sekaligus membahas masalah bangsa, politik dan ekonomi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, aktual.com – Upaya masing-masing tim sukses untuk memenangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di pemilihan presiden (Pilpres) 2019 nanti terus dilakukan.

Hal itu sebagai bentuk upaya menarik perhatian dan menyakini sekitar 200 juta penduduk Indonesia untuk memilih para ‘jago’ yang diusungnya tersebut.

Salah satunya, dengan adanya usulan agar pada masa kampanye nanti, KPU RI sebagai penyelenggara lebih memberikan waktu lebih panjang kepada para kandidat dalam sesi debat. Alasannya, agar waktu pemaparan dan mengadu gagasan terkait sejumlah isu dan solusinya dapat paripurna diterima publik.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan agar penyelenggara Pemilu , yakni KPU RI dapat memberikan porsi debat antar calon di sejumlah daerah. Semisalnya, di Papua, Sumatera, di Jawa, di Kalimantan, di Bali dan Nusa Tenggara atau Sunda Kecil, di Maluku.

“Dan (menentukan) tema-tema yang dalam dan spesifik, supaya menjelaskan kepada rakyat semuanya, apakah pemimpin ini ngerti nasib rakyatnya di daerah-daerah itu secara lebih detail atau tidak,” kata Fahri, di Jakarta, Jumat (14/9).

Tidak hanya itu, misalnya sekali-sekali di dalamnya ada percakapan dengan bahasa asing, tidak perlu dimasalahkan. Karena itu tidak terlalu penting dan tidak menjadi sesuatu yang khusus.

“Yang penting dari semua itu, adalah keterlibatan rakyat untuk mengetahui secara lebih luas kemampuan daripada kandidat, dan itu jauh lebih penting dari pada yang lain-lain. Dan itu yang harus difasilitasi oleh KPU,” sebut dia.

“Karena itu, lebih baik kalau intensitas debatnya diperbanyak dari daerah-daerah dengan waktu kampanye enam sampai tujuh bulan ini, setidaknya semua pulau-pulau besar terwakili dengan adanya debat itu,” pungkas Fahri.

Sementara itu, KPU RI sebagaimana penyelenggara sudah mengatur dalam peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu, terutama dalam pasal 48, 49, dan 50 yang mengatur mengenai mekanisme forum debat bagi para Paslon.

Misalnya, pada pasal 48 disebutkan debat akan diselenggarakan KPU sebanyak 5 (lima) kali pada masa kampanye. Rinciannya, dua kali untuk calon Presiden, satu kali untuk calon Wakil Presiden, dan dua kali untuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

Selain itu, debat kandidat juga akan disiarkan langsung secara nasional oleh media elektronik melalui lembaga penyiaran publik atau lembaga penyiaran swasta.

Pada pasal 49 disebutkan pelibatan kalangan profesional dan akademisi untuk menjadi moderator. Dalam proses pemilihan moderator, KPU berkoordinasi dengan Tim Kampanye Nasional masing-masing Pasangan Calon.

Sedangkan pasal 50 mengatur soal mekanisme perizinan bagi kandidat yang tidak bisa mengikuti debat. Selain itu, terdapat sanksi bagi kandidat yang menolak mengikuti debat.

Tidak hanya, Fahri Hamzah yang ingin mengubah konsep mengenai aturan debat kandidat Capres. Awalnya, Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan menilai jika waktu debat yang ditetapkan oleh KPU sangatlah singkat dan kurang efektif.

Hinca menginginkan supaya para pasangan calon dapat membeberkan visi misinya selama satu jam penuh, sebab bila diatur debat dengan waktu 60 menit gaya debat cenderung terburu-buru, sehingga paparannya tidak diterima publik dengan utuh.

“Selama ini kan cuma dikasih berapa menit di televisi, terus nanti pakai istilah saya tuh debat pakai spedometer. Jadi dibilang waktu tinggal 2 detik. Ini bukan soal cerdas cermat, ini soal urusan negara ini urusan 250 juta orang,” kata Hinca, di Jl Daksa I Nomor 10, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/9).

Masih dikatakan dia, karena itu pihak Prabowo- Sandi akan mengusulkan dan minta diberi kesempatan calon bicara satu jam tentang pikiran- pikirannya. Sehingga para pasangan calon di Pilpres 2019 bisa memaparkan jelas soal ekonomi, ketahanan energi, soal lapangan kerja, dan isu lainnya.

“Karena itu, kami menolak untuk dibuat semacam tontonan cerdas cermat itu karena itu buat kami penting,” ulangnya lagi.

“Jadi satu tema ya, sehingga kami puas. 60 menit cukup itu. Tapi kalau cuma 3 menit masing masing kemudian masing masing bertanya ya udah kaya cerdas cermat. Buat kita buang cerdas cermat. Kita betul betul yang cerdasnya itu dan karena itu dilepas secara terbuka itu yang kami bahas dan kami semua setuju,” terang Hinca.

Pekan depan, para Sekjen koalisi pendukung Prabowo -Sandi akan merinci soal mengganti model debat ini. Hinca minta gaya debat KPU yang lama dihapus.

“Sehingga sebelum KPU menetapkan kapan debat, materi dan seterusnya kami akan minta KPU untuk membuat itu dihapus saja debat ala cerdas cermat tapi menyampaikan pikiran, gagasan besar untuk saat ini,” pungkas anggota komisi III DPR RI itu.

Seakan mengetahui titik lemah dari rivalnya di Pilpres 2019 nanti, upaya untuk menjegal dan saling jegal pun kian terlihat. Tidak hanya soal waktu dan model konsep debat yang pasti akan diselenggarakan KPU RI di tengah masa kampanye, sebagai forum kandidat untuk mengadu gagasannnya disejumlah lini isu nasional.

Justru, muncul usulan agar dalam model debat nanti menggunakan bahasa asing, yakni inggris sebagai bahasa internasional dalam menakar wawasan para calon baik petahana maupun penantang nantinya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon juga mendorong agar debat Pilpres antar Paslon untuk menggunakan bahasa inggris, serta konsep debat pun perlu diubah, yakni yang seharusnya pemaparan hanya tiga menit, kini seharusnya diberikan waktu satu jam.

“Ya kalau pakai (bahas Inggris) bagus, enggak juga enggak apa. Tapi kalau ada ya itu berarti ada suatu kemajuan. Kalau enggak juga enggak masalah. Tapi kan kita ini negara demokrasi yang cukup besar, populasi yang cukup besar, terserah kalau kita meningkatkan kualitas debat kita juga bagus,” kata Fadli, di Jl Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/9) malam.

Pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno siap jika debat menggunakan bahasa Inggris bakal terealisasi. Namun, Fadli ragu apakah kubu Jokowi-KH Ma’ruf Amin bakal menerima usulan debat ini. Dia juga tak bermaksud menyindir soal mana yang lebih baik soal menguasai bahasa Inggris.

“Oh kalau itu sih sudah pasti siap. Tapi kan belum tentu disepakati oleh kandidat lain. Gitu. Walaupun Pak Jokowi seperti saya bilang hobi kan pidato pakai bahasa Inggris. Apa saya kelihatan nyindir,” canda Fadli.

“Saya enggak tahu (kubu Jokowi mau apa enggak) Saya kira bisa jadi sepakat sih. Sebenarnya enggak masalah. Saya katakan tadi, pak Jokowi senang bahasa Inggris,” seru dia.

Fadli juga setuju jika pola debat diubah. Dia ingin gaya debat yang lebih interaktif antar kandidat. Misalnya tidak dibatasi dengan waktu singkat jika para kandidat memaparkan isunya.

“Kalau ini kan debatnya kayak paparan begitu. Menurut saya biarkan saja ada debat yang ada lebih dinamis begitu. Sehingga kita tahu pemikirannya apa. Jangan ini satu menit, ini satu menit. Gitu. Jadi kayak main-main. Jadi kalau mau debat, debat kayak presiden Amerika,” pungkas Fadli.

Kendati demikian, KPU RI sebagai penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) 2019 mengatakan belum akan melakukan revisi terhadap aturan yang telah diterapkan dalam PKPU tentang mekanisme debat bagi Pasalon Capres-Cawapres.

Hal itu sebagaimana disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, di Jakarta, Kamis (13/9). KPU, kata dia, mengaku jika format mengenai tata cara yang mengatur proses debat sudah sangat sesuai dengan yang diperlukan bagi masing-masing Paslon untuk menyampaikan visi misinya dan menjawab tantangan Indonesia ke depan nantinya.

Akan tetapi, sambung Pramono, pihaknya tentu akan menerima masukan dari masyarakat, meski sudah ada aturan mengenai debat, tetapi hal-hal yang bersifat teknis tentu dapat diatur kemudian. Ia pun sempat mengaku belum mengetahui usulan revisi konsep debat yang diinginkan oleh kubu Prabowo-Sandi.

Lo Jual, Gw Beli

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Novrizal Sikumbang