Dalam ritual tradisi Kolano Uci Sabea itu menurut Ramli, sultan berangkat dari kedaton ke Masjid Kesultanan Ternate dengan cara diusung diatas tandu dikawal pasukan adat dan masyarakat disertai tabuhan gending atau gong kecil yang konon merupakan hadiah dari Sultan Gunung Jati dari Jawa.

Setelah kembali ke kedaton dari masjid, sultan bersama permaisuri menerima ucapan selamat dari masyarakat yang sebelumnya diawali dengan ritual pembacaan doa untuk keselamatan sultan masyarakat dan daerah setempat.

Budayawan di Malut yang juga Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Malut Syahrir Muhammad mengharapkan semua pihak terkait di Kesultanan Ternate untuk duduk bersama menyatukan komitmen untuk memilih sultan pengganti almarhum Sultan Mudjafar Sjah.

Tidak adanya sultan defenitif di Kesultanan Ternate tidak saja mengakibatkan berkurangnya eksistensi Kesultanan Ternate, tetapi juga bisa menghambat upaya kelestarian budaya di Kesultanan Ternate, seperti tradisi Kolano Uci Sabea.

Artikel ini ditulis oleh: