Pemerintah diminta lebih berhati-hati melakukan impor beras mengingat pada bulan Februari mulai memasuki panen raya. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Setelah sempat menjadi bagian dari polemik terkait rencana kebijakan impor beras pada pertengahan bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merevisi data terkait produksi beras dalam negeri.

Indepth Report SebelumnyaPolemik Impor Beras, Membaca Makna ‘Pembangkangan’ Buwas

Dalam rilisnya, BPS mencatat luas panen tahun 2018 diperkirakan mencapai 10,9 juta hektare. Adapun, berdasarkan perhitungan luas panen diperkirakan produksi gabah kering giling atau GKG mencapai 49,65 juta ton sampai September 2018.

Sedangkan, potensi produksi sampai Desember 2018 diperkirakan sebesar 56,54 juta ton gabah atau setara dengan 32,42 juta ton beras. Karena itu, dengan angka konsumsi beras memcapai 29,57 juta ton per tahun, maka diketahui surplus beras diperkirakan mencapai 2,85 juta ton.

Kepala Badan Pusat Statistik atau BPS, Suhariyanto mengatakan data ini dikeluarkan dengan menggunakan perbaikan metodologi perhitungan data produksi beras melalui metode kerangka sampel area. Penyusunan data ini dilakukan melalui pencitraan satelit termutahir.

Proses verifikasi data telah dilakukan di 16 provinsi sentra produksi padi. Dari verifikasi itu sebanyak 87 persen luas lahan baku sawah di Indonesia telah berhasil dipetakan. Sedangkan luas bahan baku sisanya ditargetkan selesai pada akhir tahun 2018. Hasilnya, luas baku lahan sawah yang berhasil diverifikasi sejauh ini mencapai 7,1 juta hektare dari semula 7,5 juta hektare.

Diapun mengatakan bahwa selama ini metode penghitungan produksi padi atau beras belum pernah diperbaiki sejak 1997. Akibatnya, kata dia, banyak pihak menduga bahwa data penghitungan produksi sudah lagi tak tepat.

“Itu kesalahan banyak pihak termasuk BPS beri kontribusi. Tapi mari lupakan masa lalu, bagaimana ke depan, sehingga kebijakan lebih fokus dan tepat sasaran,” kata Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantor BPS, Rabu (24/10/2018).

Suhariyanto menjelaskan, surplus beras ini tidak hanya di satu tempat, tetapi menyebar ke beberapa titik seperti rumah tangga produsen, rumah tangga konsumen, pedagang, penggilingan, hotel, dan kemudian di Bulog. Penyebaran paling besar berada di sektor rumah tangga produsen sebesar 44% dengan perhitungan terdapat 14,1 juta rumah tangga produsen. Kemudian di rumah tangga konsumen sebesar 3%.

Adapun surplus beras 2,85 juta ton ini berdasarkan perhitungan Januari hingga Desember, dengan pertimbangan pada periode Oktober-Desember konsumsi akan lebih besar daripada produksi karena memasuki masa tanam dan minim panen.

Masih Ada Dualisme Data Beras

Halaman Berikutnya…