Jika masih memakai pola perencanaan sekarang, kata dia, target pertumbuhan ekonomi yang “hijau” akan sulit tercapai. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan daya dukung dan daya tampung, emisi gas rumah kaca.

Khusus emisi, Indonesia menargetkan menurunkan emisi dan intensitas emisi. Penurunan emisi tidak boleh mengganggu ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB).

Kebijakan yang perlu didorong, menurut dia, efisiensi energi dan pengembangan energi baru terbarukan.

“Saat ini energi baru terbarukan baru mencapai sekitar delapan persen, butuh ‘quantum leap’ untuk bisa mencapai target 23 persen energi baru terbarukan dari total target ‘energy mix’ di 2023,” kata dia.

Jika deforestasi masih terjadi dan pengelolaan lahan gambut tidak beres, Medrilzam mengatakan target penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen pada 2030 sesuai dalam dokumen Komitmen Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) juga tidak akan tercapai.

Artikel ini ditulis oleh: